Adakah Bid’ah Hasanah? (2) – Hadits: Man Sanna Fil
Islami Sunnatan
Poin
Kedua: Penjelasan dalil-dalil yang digunakan oleh orang yang
menganggap adanya bid’ah hasanah, khususnya dalil-dalil yang digunakan oleh
pendebat.
DALIL
YANG PERTAMA:
Pendebat menetapkan dua
macam bid’ah; bid’ah yang memberikan petunjuk dan bid’ah kesesatan, pendebat
berdalilkan dengan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ . ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah (sunnah yang baik)
dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang
mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka
sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyiah (sunnah yang jelek)
dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan
sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Dalil
ini tidak bisa digunakan sebagai penetapan adanya bid’ah hasanah
dikarenakanbeberapa alasan:
ALASAN PERTAMA:
Bahwasanya makna مَنْ سَنَّ (Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah) pada hadits
diatas ialah: Mengerjakan amal dalam rangka melaksanakan
atau mengikuti, bukan dengan membuat syariat yang baru.
Adapun maksud hadits tersebut adalah; beramal dengan apa-apa yang telah
ditetapkan dalam sunnah nabawi, hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Asbabul wurud hadits ini, yaitu tentang
shodaqoh yang telah disyariatkan.
Sababul wurud (sebab
terjadinya) hadits ini sudah dikenal, yaitu ketika orang-orang Arab yang miskin
datang menemui Nabi Shallallahu’alaihi
wa sallam. Beliau trenyuh melihat keadaan mereka dan merasa sangat sedih
karenanya. Maka beliau pun memerintahkan dan mendorong para shahabatnya untuk
bersedekah. Lalu berdirilah seseorang dari kalangan shahabat untuk memberikan
sedekahnya berupa makanan sepenuh telapak tangannya.Kemudian manusia pun berturut-turut memberikan sedekah karena
mencontoh orang ini, karena memang dialah yang pertama kali membuka jalan bagi
mereka. Saat itulah NabiShallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam…”
Orang ini telah melakukan
amalan sunnah, yaitu bersedekah dan membantu orang yang membutuhkan. Sedangkan
sedekah diperintahkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, makasedekah merupakan sunnah hasanah, bukan bid’ah. Siapa yang
menghidupkan, mengamalkan, dan menerangkannya pada manusia hingga mereka pun
mengamalkan dan mencontohnya dalam melakukan amalan/sunnah tersebut, orang itu
mendapatkan pahala semisal pahala mereka.” (Dhahiratut
Tabdi’ wat Tafsiq wat Takfir wa Dhawabithuha, hal. 42, 47-48)
Al-Imam
Abu Ishaq Asy-Syathibi rahimahullah dalam
kitabnya yang masyhur Al-I’tisham(1/233
dan 235) menyatakan bahwa dalam sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam di atas tidaklah sama sekali menunjukkan
bolehnya mengada-adakan perkara baru, tapi
justru menunjukkan pengamalan suatu sunnah yang tsabit (pasti) keberadaannya,
sehingga sunnah hasanah bukanlah perkara mubtada’ah (yang diada-adakan/ bid’ah).
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullah berkata
ketika mensyarah (menjelaskan) hadits yang agung ini: “Dalam hadits ini ada
dorongan untuk mengawali melakukan amalan-amalan kebaikan dan mengerjakan
sunnah-sunnah hasanah (menghidupkan perkara kebaikan yang telah ditinggalkan
oleh orang-orang dan menghidupkan sunnah yang telah mati, –ag.). Dan (dalam
hadits ini juga) terdapat peringatan untuk tidak melakukan perkara kebatilan
dan kejelekan.”
Beliau rahimahullah juga menyatakan bahwa
hadits ini menunjukkan keutamaan yang besar bagi orang yang memulai melakukan
satu amalan kebaikan dan menjadi pembuka pintu amalan ihsan/ kebaikan bagi
lainnya. Dan barangsiapa yang melakukan sunnah hasanah, ia akan mendapatkan
pahala semisal dengan pahala-pahala yang didapatkan oleh orang-orang yang mengamalkan
sunnah tersebut (karena mencontohnya) semasa hidupnya ataupun setelah matinya
sampai hari kiamat. Dan sebaliknya, barangsiapa membuat sunnah sayyiah, niscaya
ia akan mendapatkan dosa semisal dosa orang-orang yang menirunya dalam
melakukan sunnah tersebut semasa hidupnya atau sepeninggalnya sampai hari
kiamat. (Al-Minhaj Syarhu Shahih
Muslim, 7/105-106, 16/443-444)
ALASAN KEDUA:
Bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً (barangsiapa yang mengerjakan dalam islam sunnah yang
baik), sementara beliau juga bersabda كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (semua bid’ah adalah sesat).
Sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam saling
mendukung antara satu dengan yang lainnya, dan tidak mungkin
muncul dari Ash-Shadiqul Mashduq (Rasul yang benar dan dibenarkan) Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu
perkataan yang mendustakan ucapannya yang lain. Tidak mungkin pula perkataan
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam saling
bertentangan. Maka dari semua sabda beliau dapat diketahui bahwa maksud hadits
diatas adalah menghidupkan kembali sunnah dan memunculkannya ke permukaan.
Dengan alasan ini, maka tidak boleh kita mengambil satu hadits
dan mempertentangkannya dengan hadits yang lain. Karena sesungguhnya ini adalah
seperti perbuatan orang yang beriman kepada sebagian Al-Kitab tetapi kafir
kepada sebagian yang lain.
ALASAN KETIGA:
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan مَنْ سَنَّ (barangsiapa membuat sunnah), beliau tidak mengatakan مَنِ ابْتَدَعَ (barangsiapa yang membuat bid’ah).
Juga mengatakan فِي اْلإِسْلاَمِ (dalam Islam). Sedangkan bid’ah bukan dari ajaran Islam.
Beliau juga
mengatakan حَسَنَةً (yang
baik). Dan perbuatan bid’ah itu
bukanlah sesuatu yang hasanah (baik).
Tidak
ada persamaan antara As Sunnah dengan bid’ah, karena sunnah itu
adalah jalan yang diikuti, sedangkan bid’ah adalah perkara baru yang
diada-adakan di dalam agama.
ALASAN KEEMPAT:
Tidak
satupun kita dapatkan keterangan yang
dinukil dari salafush shalih menyatakan bahwa mereka menafsirkan Sunnah Hasanah
itu sebagai bid’ah yang dibuat-buat sendiri oleh manusia.
Bersambung..
MEMANG AGAK SULIT UNTUK MENEMUI TITIK TEMU, KARENA BERBEDA SUDUT PANDANG DAN INTERPRETASI YANG BERBEDA. INTINYA KEMBALIKAN SEMUA PERSELISIHAN INI KEPADA ALLAH DAN RASULNYA DAN PAHAMI MAKNA KULLU DALAM AL-QUR'AN. JANGAN ADA PANATIK DIANTARA KITA KARNA MASIH BANYAK PERKARA-PERKARA SELAIN ITU YANG LEBIH MENYESATKAN.
BalasHapus