Posted by Abu Umamah
Add caption |
Add caption |
MENGKRITISI
ISTILAH WAHABI
Kata
Wahabi, Wahabisme ( الوهابي ) adalah sebuah kata yang dimunculkan oleh
orang-orang yang tidak menyukai dakwah yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab rahimahullah. Beliau sendiri, sebagai orang yang menyerukan
dakwahnya, demikian pula murid-murid beliau, tidak pernah menamakan diri dengan
Wahabi.
Ini
sekaligus sebagai bantahan terhadap saudara Idahram yang taklid buta
kepada Al-Buthi (tokoh Ikhwanul Muslimin) yang menuduh bahwa, nama
wahabi pada akhirnya diganti menjadi salafi setelah mengalami kegagalan. (Sejarah
Berdarah…, hal. 27).
Padahal
kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memang tidak pernah
menamakan diri dengan wahabi, terlebih dari sisi bahasa dan istilah penamaan
wahabi yang tidak tepat. Seorang Ulama Al-Azhar Mesir, Syaikh Muhammad
Hamid Al-Faqi rahimahullah berkata,
“Penisbatan nama wahabi kepada beliau salah menurut bahasa
Arab, yang benar penisbatannya adalah Muhammadiyyah (bukan wahabiyah), karena
nama beliau Muhammad bukan Abdul Wahhab.”(Lihat Majmu’atur
Rosaail At-Taujihat Al-Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’ (3/240))
Lalu
siapakah yang pertama memunculkan penamaan ini?
Sejarah
mencatat, istilah wahabi pertama kali disematkan kepada dakwah Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab rahimahullah oleh penjajah Inggris, ketika mereka mendapatkan
perlawanan yang keras dari para mujahid India yang terpengaruh oleh dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Fakta
sejarah ini diungkapkan oleh Syaikh Muhammad bin Manzhur An-Nu’mani dalam Di’ayaat
Mukatstsafah Diddu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal 105-106,
sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 310. Fakta ini juga
merupakan bukti permusuhan Inggris terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullah.
Penjajah
Inggris-lah yang pertama menamakan ulama Doeband di India dengan Wahabi karena
kerasnya pertentangan mereka terhadap penjajah dan pengaruh dakwah Syaikh
Muhammad bin abdul Wahhab rahimahullah pada mujahidin di India. Fenomena ini
juga sekaligus bantahan terhadap tuduhan saudara Idahram bahwa ulama pengikut
Wahabi tidak pernah berjihad melawan penjajahan Barat Yahudi dan Kristen (pada
hal. 68).
Walhamdulillah, penjajahan Barat tidak pernah benar-benar memasuki daratan
Najd, Makkah, Madinah dan sekitarnya yang dikuasai Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullah dan pengikut-pengikutnya. Sedang pada zaman beliau,
kesyirikan dan bid’ah benar-benar tersebar di wilayahnya, beliau pun sibuk
memberantas kesyirikan dan bid’ah, karena hal itu akan menghalangi kaum
muslimin dari pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka bagaimana mungkin
mengajak kaum muslimin berjihad?!
Dan
jihad itu sendiri hukumnya bisa fardhu ‘ain dan bisa
pula fardhu kifayah. Di antara bentuk jihad yang fardhu
‘ainadalah kewajiban jihad bagi penduduk suatu negeri apabila musuh telah
masuk di wilayah mereka, sedangkan bagi kaum muslimin di wilayah lainnya
hukumnya fardhu kifayah. Maka jelaslah tuduhan tidak berjihad
melawan Barat hanya sekedar mencari-cari kesalahan tanpa ada penelitian yang
mendalam.
Meskipun
kenyataan yang sebenarnya, pada tahun 1806 H, orang-orang Qawasim yang
telah mengikuti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sudah
pernah menyerang bahkan mengalahkan serta mengusir pasukan Inggris di perairan
Teluk. [Lihat kitab Al-Jadidah fi Tarikh Al-Utsmaniyyin, hal. 158
dan Tarikh Al-Ahsaa As-Siyasi, Dr. Muhammad ‘Araabi, hal.
42-43, sebagaimana dalam Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Awamilun Nuyudh wa
Asbaabus Suquth, karya Ash-Shalabi, softcopy dari
http://www.slaaby.com].
Maka
fakta ini juga sebagai bantahan terhadap tuduhan dusta saudara Idahram
bahwa Dir’iyyah bekerjasama dengan Inggris untuk melemahkan khilafah (pada hal.
120). Justru Inggris sangat senang dengan jatuhnya Dir’iyyah (ibukota Saudi
yang pertama) ke tangan Turki ketika Ibrahim Basya menyerang Dir’iyyah [lihat
fakta sejarah ini dalam kitabDirosat fi Tarikh Al-Khalij Al-‘Arabi Al-Hadits
wal Mu’ashir, 1/198, sebagaimana dalam Ad-Daulah
Al-Utsmaniyyah, Awamilun Nuhudh wa Asbaabus Suquth, karya
Ash-Shalabi, softcopy dari http://www.slaaby.com]. Inilah
sesungguhnya sebab terbesar jatuhnya khilafah Turki Utsmani, yaitu kejahatan
mereka menyerang ahlut tauhid was sunnah.
Istilah
wahabi inipun, segera dijadikan senjata oleh para pelaku bid’ah dan syirik yang
gerah terhadap dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab rahimahullah, tujuan mereka tidak lain untuk menjatuhkan dakwah
beliau.
Syaikh
Mas’ud An-Nadwi rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya
di antara dusta yang paling jelas atas dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullah adalah penamaan wahabi. Akan tetapi, orang-orang yang
memiliki kepentingan, telah berhasil mencitrakan penamaan wahabi ini seakan
suatu agama di luar Islam. Orang-orang Inggris, Turki dan Mesir (ketika itu)
menjadikan istilah wahabi sebagai momok yang menakutkan.
Setiap
kali bangkit satu gerakan (perlawanan) Islam di dunia Islam pada dua abad yang
lalu, dan orang-orang Eropa melihatnya sebagai sebuah ancaman atas kepentingan
mereka, maka dengan segera mereka kait-kaitkan gerakan tersebut dengan wahabi
yang berasal dari Najd.”[1]
Istilah
wahabi ini memang di telinga orang awam lebih dapat mencitrakan kejelekan
dibandingkan istilah muhammadi, walaupun hakikatnya istilah muhammadi yang
lebih tepat, karena nama Syaikh adalah Muhammad sama dengan Nabi kita
yang mulia, sedangkan Abdul Wahhab adalah nama bapaknya dan Wahhab (الوهاب )
itu sendiri adalah nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا
بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً, إِنَّكَ أَنتَ
الْوَهَّابُ
“(Mereka
berdoa): Ya Rabb Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat
dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia).” (QS. Ali-Imran: 8)
أَمْ عِندَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ
رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ
“Atau
apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Rabbmu yang Maha Perkasa lagi
Maha pemberi?”(QS. Shaad: 9)
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي
مُلْكًا لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
“Ia
berkata: Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang
tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Pemberi.” (QS. Shaad: 35)
Ayat-ayat
di atas jelas, bahwa Al-Wahhab adalah salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang berarti memberi[2]. Hanya karena di kalangan orang awam nama Allah
Al-Wahhab kurang begitu diketahui lalu dengan licik dan tanpa adab kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, mereka gunakan namaNya untuk memberi kesan buruk terhadap
dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ
قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ
مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan
mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi
seluruhnya dalam genggamanNya pada hari kiamat dan langit digulung dengan
tangan kananNya.Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka
persekutukan.” (QS. Shaad: 67)
Asy-Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata,
“Orang-orang
itu telah terbiasa menyebut istilah wahabi bagi setiap orang yang menyelisihi
kebiasaan, keyakinan dan bid’ah-bid’ah mereka. Meskipun keyakinan-keyakinan
mereka itu rusak, menyelisihi Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadist yang shahih,
juga menyelisihi dakwah kepada tauhid dan ajakan untuk berdoa hanya kepada
Allah yang satu saja, tidak kepada selain-Nya.
Aku
pernah membacakan kepada seorang syaikh (sufi), hadits Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhuma yang ada dalam Al-Arba’in An-Nawawiyah, yaitu
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ الله
وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِالله
“Apabila
kamu mau meminta (doa) maka mintalah kepada Allah.” (HR. Al-Imam At-Tirmidzi)[3]
Sangat
mengagumkan penjelasan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika beliau berkata,
‘Kemudian
apabila hajat yang diminta oleh seseorang itu bukanlah suatu hajat yang bisa
dikabulkan oleh makhluk, seperti meminta hidayah, ilmu, kesembuhan penyakit dan
kesehatan, maka hendaklah minta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Memintanya
kepada makhluk dan bergantung kepadanya adalah suatu yang tercela.’
Maka
aku katakan kepada syaikh ini, bahwa hadits ini dan penjelasan Al-Imam
An-Nawawi bermakna tidak boleh meminta tolong (doa) kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Maka
Syaikh itu berkata, ‘Bahkan boleh.’
Aku
katakan, ‘Apa dalilmu?’
Dia
pun marah dan berkata dengan suara keras, ‘Sungguh bibiku telah berdoa,
wahai Syaikh Sa’ad (padahal Syaikh Sa’ad sudah dikubur di masjidnya[4],
dia minta tolong (berdoa) kepada Syaikh Sa’ad),
Maka
aku bertanya kepada bibiku, ‘apakah Syaikh Sa’ad bisa memberi manfaat
kepadamu?’
Bibiku
berkata, ‘Aku berdoa kepada Syaikh Sa’ad, lalu beliau meneruskannya
kepada Allah, hingga menyembuhkan aku.’
Aku
katakan kepada Syaikh ini, ‘Sungguh engkau seorang yang pintar, banyak
membaca buku, lalu kenapa engkau mengambil aqidahmu dari bibimu yang jahil?’
Dia
berkata, ‘Engkau memiliki pemikiran Wahabi, engkau pergi melaksanakan
umroh lalu kembali dengan membawa buku-buku Wahabi’.”[5]
Demikianlah,
mereka menamakan Wahabi terhadap ajaran tauhid dan sunnah yang menyelisihi
kesyirikan dan bid’ah mereka.
مَّا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا
لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِن
يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
“Mereka
sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek
moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka;
mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (QS. Al-Kahfi: 5)
TENTANG
PENAMAAN SALAFI
Saudara
Idahram mengklaim nama salafi hanyalah upaya ganti baju para pengikut dakwah
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (pada hal. 27). Menurutnya,
penamaan salafi itu sendiri muncul pertama kali di Mesir setelah penjajahan
Inggris (pada hal. 29)
Pembaca
yang budiman, telah dimaklumi bersama bahwa salafi ( السلفي )itu
bermakna pengikut generasi salaf ( السلف ), sedangkan yang dimaksud
dengan generasi Salaf adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya. Dan ummat Islam tidak berbeda pendapat akan keharusan meneladani
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sehingga mincul
istilah salafi untuk membedakan para pengikut Salaf dengan golongan yang
menyimpang dari jalan Salaf.
Sama
halnya dengan penamaan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, penamaan ini secara nash,
juga tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Walaupun demikian tidak ada
yang mencela penamaan ini, bahkan ulama memunculkan penamaan ini demi untuk
membedakan golongan yang benar dan golongan yang menyimpang dari sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Golongan inilah
golongan yang selamat (al-firqotun najiyah) yang dimaksudkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits,
و تفترق أمتي على ثلاث و سبعين ملة
كلهم في النار إلا ملة و احدة ما أنا عليه و أصحابي
“Dan
akan berpecah ummatku menjadi 73 millah, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu
yang mengikuti aku dan para sahabatku.” (HR.
Al-Imam At-Tirmidzi)[6]
Dalam
riwayat lain,
إن أمتي ستفترق على اثنتين و سبعين
كلها في النار إلا و هي الجماعة
“Sesungguhnya
ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu,
yaitu al-jama’ah.”[7]
Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam kitabnya Risalah
Ila Ahlil Qosim,
“Aku
berkeyakinan seperti yang diyakini oleh golongan yang selamat (al-firqotun
najiyah), yaitu golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, aku beriman kepada Allah,
Malaikat-malaikatNya, Kitab-KitabNya, Rasul-rasulNya, kebangkitan setelah
kematian dan aku beriman kepada takdir Allah, baik dan buruknya.”[8]
Asy-Syaikh
Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Mazhab
kami dalam ushuluddin adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan jalan beragama
kami adalah jalan salaf.”[9]
Pembaca
yang budiman, demikian hakikat ajaran Salafi yang mereka namakan Wahabi,
sebenarnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sama sekali tidak
membawa ajaran baru, melainkan ajaran generasi salaf. Adapun klaim saudara
Idahram bahwa penamaan salafi baru muncul setelah penjajahan Inggris di Mesir,
ini adalah kebohongan publik demi untuk menggiring opini seakan-akan dakwah
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah ajaran baru.
Mari
kita lihat penyebutan nama salafi dari kitab-kitab ulama dahulu.[10]
1.
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Ad-Daruquthni, “Orang ini
(yaitu, Ad-Daruquthni) tak pernah masuk ke dalam ilmu kalam dan jidal, dan
tidak pula terjun ke dalamnya, bahkan ia adalah salafi.” (Siyar
A’lam An-Nubala’ (16/457))
2.
Al-Imam Ad-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Bahroni, “Dia
adalah seorang yang taat beragama, orangnya baik lagi salafi.” (Mu’jam
Asy-Syuyukh (2/280))
3.
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Sholahuddin Abdur Rahman bin Utsman
bin Musa Al-Kurdi Asy-Syafi’i,“Dia adalah seorang salafi bagus
aqidahnya.” (Tadzkiroh Al-Huffazh (4/1431))
4.
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Abdullah Ibnul Muzhoffar bin Abi
Nashr bin Habatillah, “Dia adalah seorang yang tsiqoh (terpercaya),
sholeh, lagi salafi.” (Tarikh Al-Islam (1/4236))
5.
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Al-Qodhi Abul Hasan Umar bin Ali
Al-Qurosyi Abil Barokat Ad-Dimasyqi,“Dia adalah seorang waro’, sholeh,
beragama, lagi salafi.” (Tarikh Al-Islam (1/4849))
6.
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Abdur Rahman bin Al-Khodhir bin
Al-Hasan bin Abdan Al-Azdi, “Dia adalah seorang sunni, salafi,
lagi atsari –semoga Allah merahmatinya-.” (Tarikh Al-Islam (1/4861))
7.
Al-Imam Ash-Shofadi berkata tentang Al-Imam Tajuddin At-Tibrizi
Asy-Syafi’i, “Dia adalah seorang salafi, lagi tegas
menyatakan kebenaran.” (Al-Wafi fil Wafayat (1/2603))
8.
Al-Hafizh Ibnu Abdil Hadi rahimahullah berkata tentang gurunya, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, “Beliau senantiasa di atas hal itu (sibuk dengan ilmu)
sebagai generasi penerus yang sholeh lagi salafi.” (Al-‘Uqud
Ad-Durriyyah (ha. 21))
Inilah
penukilan terhadap penamaan salafi dari para ulama dahulu dalam memuji seorang
yang berpegang teguh dengan ajaran Salaf. Jadi bukanlah suatu yang baru muncul
di Mesir setelah penjajahan Inggris seperti yang diklaim oleh saudara Idahram.
Agar lebih jelas bagi para pembaca tentang hakikat ajaran Salafi, berikut kami
lampirkan fatwa MUI Jakarta Utara.
Download
Fatwa MUI Jakarta Utara tentang SALAF/SALAFI:
http://www.mediafire.com/file/hpr8q3u0g7oua57/fatwa-mui1.pdf (format pdf)
Footnote:
[1]
Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 193.
[2]
Lihat Fiqhul Asmaail Husna, Syaikhuna Prof. Dr. Abdur Rozzaq bin Abdul
Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah, hal. 142.
[3]
HR. Al-Imam At-Tirmidzi dan beliau berkata Hadits ini Hasan Shahih dari
Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’, no. 7959.
[4]
Menguburkan seseorang di masjid termasuk bid’ah dan dapat mengantarkan kepada
perbuatan syirik. Sehingga para ulama melarang sholat di masjid yang dibangun
di atas kuburan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sholat di
kuburan.
[5]
Maj’muatur Rosaail At-Taujihaat Al-Islamiyyah Li Ishlahil Fardi wal
Mujtama’, 3/191.
[6]
HR. Tirmidzi no. 2641 dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiallahu
‘anhuma dan dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shohihul
Jami’, no. 9474 dan Al-Misykah, no. 171 pada tahqiq keduanya.
[7]
HR. Al-Imam Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah dari Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul
Jannah, no.64.
[8]
Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 15-16.
[9]
Ad-Durorus Saniyah, 1/126, sebagaimana dalam Min A’lamil Mujaddidin,
hal.110.
[10]
Dari artikel Al-Ustadz Abdul Qodir, Lc. Hafizhahullah di www.almakassari.com
yang berjudul, “Terlarangkah Memakai Nisbah As-Salafiy atau Al-Atsariy”,
dengan sedikit perubahan.
Ditulis
oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah dalam buku “Salafi, Antara Tuduhan dan
Kenyataan” penerbit TooBagus cet. pertama. Bantahan terhadap buku “Sejarah
Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syaikh Idahram hadahullah.
Sumber
: Note FB by Rizky Abu Salman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar