Kamis, 11 Oktober 2012

HIMPUNAN RISALAH PEMBELAAN SALAFIYYAH Terhadap Ulama Ahlus Sunnah [BAG 2] -



[Ibnu ’Abdil Wahhab, Al-Albani dan Ibnu Baz]
Penulis: Abu Salma bin Burhan al-Atsari ‘Afallohu ‘anhu wa Walidayhi

Pembelaan Terhadap Muhadditsul Ashr Muhammad Nashiruddin Nuh Najjati al-Albani rahimahullahu wa askanahu al- Jannaat al-Fasih [Bagian 1]

MEMBONGKAR KEDOK KEDUSTAAN DAN FITNAH HASAN ALI SAQQOF TERHADAP AL-MUHADDITS AL-ALBANI

الحمد
لله الذي جعل في كل زمان فترة من الرسل بقايا من أهل العلم ، يدعون من ضل إلى
الهدى
، ويبصرون منهم على الأذى ، يحيون بكتاب الله الموتى ، ويبصرون بنور الله أهل
العمى
، فكم من قتيل لإبليس قد أحيوه ، وكم من ضال تائه قد هدوه ، فما أحسن أثرهم
على
الناس ، وأقبح أثر الناس عليهم ، ينفون عن كتاب الله تحريف الغالين ، وانتحال المبطلين
،
وتأويل الجاهلين الذين عقدوا ألوية البدع ، وأطلقوا عقال الفتنة فهم مخالفون لكتاب
مجمعون
على مفارقة الكتاب، يقولون على الله وفي الله وفي كتاب الله بغير علم ويتكلمون
بالمتشابه
من الكلام ويخدعون جهال الناس بما يشبهون عليهم ، فنعوذ بالله من فتن الضالين .

Segala puji hanyalah milik Alloh yang menjadikan setiap kekosongan masa dari diutusnya para Rasul dengan tetap eksisnya para ulama yang senantiasa menunjuki orang yang tersesat kepada petunjuk dan senantiasa bersabar terhadap aral rintangan yang menghadang. Mereka menghidupkan orang-orang yang mati (hatinya) dengan Kitabullah dan menerangi orang yang buta dengan cahaya Alloh. Betapa banyak sembelihan iblis yang mereka hidupkan dan betapa banyak orang bingung yang tersesat mereka beri petunjuk.


Aduhai, alangkah baiknya pengaruh mereka terhadap manusia dan betapa buruknya balasan manusia bagi mereka. Mereka tepis penyelewengan terhadap Kitabullah dari orang-orang yang esktrim, kedustaan para pembela kebatilan dan penakwilan orang-orang yang dungu yang telah mengibarkan bendera kebid’ahan dan menyebarkan virus fitnah. Mereka berselisih dari Kitabullah namun bersatu di dalam menyelisihi Kitabullah. Mereka berbicara tentang Alloh, tentang ajaran Alloh dan Kitabullah tanpa ilmu, mereka berkatakata dengan sesuatu yang samar (syubhat) untuk menipu dan membuat kerancuan di hadapan manusia-manusia yang bodoh.


Kita memohon perlindungan kepada Alloh dari fitnah yang menyesatkan ini.48


Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala meninggikan kedudukan ulama pengemban wahyu dengan menghormati, memuliakan dan menempatkan mereka pada kedudukan yang

tinggi sebagaimana Allah Ta'ala telah memuliakan mereka.


Mereka adalah para pembawa agama dan pelindungnya, pelita dalam kegelapan, pembeda antara kebenaran dan kebatilan, pewaris para nabi dan yang meniti jalan mereka. Jadi bagaimana mungkin mereka tidak mendapatkan kedudukan, kecintaan serta penghormatan di dalam hati?!


Alloh Azza wa Jalla berf irman :


شهِ
د اللَّه َأنه َلا إَِله إِلَّا ه و واْلمَلائِ َ كُة وُأوُلو اْلعِْلمِ َقائِ ما بِاْلقِ سطِ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).” (QS Ali Imran : 18)


Imam al-Qurthubi rahimahullahu berkata di dalam menafsirkan ayat di atas :


هذه
الآية دليل على فضل العلم وشرف العلماء, فإنه لوكان أحد أشرغ من العلماء لقرم
الله
باسمه واسم الملائكة كما قرن العلماء.

“Ayat ini adalah dalil akan keutamaan dan ketinggian para ulama. Karena sesungguhnya apabila ada orang yang lebih mulia dari para ulama, niscaya Alloh akan menggandengkan namanya dengan nama Alloh dan Malaikat, sebagaimana Ia gandengkan para ulama dengan nama-Nya dan Malaikat.” 49


Dari Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullahu, beliau berkata :


الملائكة
حراس السماء وأصحاب الحديث حراس الأرض

“Para malaikat adalah penjaga langit dan Ashhabul Hadits (ulama ahli hadits) adalah penjaga bumi.”50

Dari Imam asy-Syafi’I rahimahullah, beliau berkata :


إذا
رأيت رجلا من أصحاب الحديث فكأني رأيت النبي صلى الله عليه وسلم.

“Apabila aku melihat seorang dari Ashhabi Hadits, maka seakan-akan aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.” 51


Abu Hatim ar-Razi rahimahullahu berkata :


علامة
أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر . وعلامة الزنادقة تسميتهم أهل الأثر حشوية، يريدون
بذلك
إبطال الأثر

”Salah satu ciri Ahlul Bid’ah adalah adanya cercaan mereka terhadap Ahlul Atsar dan ciri orang yang zindiq adalah pemberian julukan kepada Ahlul Atsar dengan Hasyawiyah, mereka menginginkan dengan penamaan ini untuk membatalkan atsar” 52


Ahmad bin Sinan al-Qaththan rahimahullahu berkata :


ليس
في الدنيا مبتدع إلا وهو يبغض أهل الحديث، فإذا ابتدع الرجل نزعت حلاوة الحديث
من
قلبه

”Tidak ada seorang mubtadi’ pun di dunia ini melainkan ia sangat membenci Ahlul Hadits. Apabila ada seorang yang berbuat bid’ah akan diangkat kelezatan hadits dari hatinya” 53


Yang dimaksud dengan Ahlul Hadits adalah mereka yang berpegang teguh dan berkeyakinan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu berkata ketika ditanya tentang siapakah golongan yang selamat itu? Beliau menjawab :


“Jika mereka bukan Ahlul Hadits maka aku tidak tahu lagi siapa mereka!!!” Al- Qodhi Iyadh rahimahullahu berkata : “Sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Ahmad adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan yang berkeyakinan dengan keyakinan Ahlul Hadits.”54


Tidak ragu lagi, bahwa Samahatul Imam al-Muhaddits Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullahu adalah Imamnya Muhadditsin yang terkemuka saat ini yang keilmuannya tentang ilmu hadits bagaikan samudera, dan kami tidaklah mensucikan seorangpun di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Cukuplah pernyataan ulama-ulama selain beliau yang menunjukkan kedudukan dan posisi beliau.


Al-Allamah al-Imam Abdul Aziz bin Bazz rahimahullahu, Mantan Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi berkata:


”Aku tidak mengetahui seorang ’alim di bawah kolong langit ini pada abad ini yang dalam ilmu hadits melebihi al-Allamah al-Albani.”


Al-Allamah Muhammad Hamid al-Faqi rahimahullahu, mantan pimpinan Jama’ah Anshorus Sunnah al-Muhammadiyah sekaligus salah seorang Muhaddits Mesir berkata :


”Asy-Syaikh Nashirudin adalah saudara kami yang bermanhaj salaf, seorang pembahas dan peneliti (hadits) yang cermat.”


Faqiihuz Zamaan al-Allamah Muhammad bin Sholih al-’Utsaimin rahimahullahu, salah seorang ulama besar Arab Saudi berkata :


”Ia (Albani) adalah orang yang banyak ilmunya dalam hadits baik riwayah maupun dirayah...”


Dan masih beribu-ribu lagi untaian pujian berderai bagi samahatul imam dari para ulama dan penuntut ilmu senior di seluruh penjuru dunia, seperti Syaikh Abdush Shomad Syarafuddin, Syaikh Ubaidillah ar-Rehmani, Syaikh Muhammad Mustofa al-A’zhami (mereka semua adalah muhaddits India), Syaikh Muhammad bin Ali Adam (muhaddits dari Ethiopia),

Syaikh Muhammad Shufut Nuruddin (muhaddits dari Mesir), dan masih banyak lagi lainnya yang jika sekiranya dihimpun dan dituliskan semuanya, maka akan menjadi sebuah buku yang sangat tebal.55


Namun, diantara sunnatullah dalam kehidupan ini adalah adanya ujian bagi orang-orang yang berpegang teguh dengan as-Sunnah dan atsar salaf di sepanjang masa, yang datang dan berasal dari manusia-manusia yang benci dan dengki serta iri hati. Mereka senantiasa berusaha menjatuhkan martabat ulama hadits dan menjelek-jelekkan mereka. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala enggan membiarkannya dan tetap menjaga dan memelihara mereka –para ulama hadits-, Sungguh Dia pasti akan memenangkan kebenaran dan menetapkan akhir yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :


“Sesungguhnya manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menuntut ilmu dar i sahabat Rasulullah dan dari para ulama mereka. Jika mereka menuntut ilmu dari para Ashaghir maka di saat itulah mereka binasa.”56


Ibnul Mubarak berkata : ”Ashaghir adalah Ahlul Bid’ah”. 57


Diantara para pendengki dan pendusta dari kalangan Ashaghir yang menampakkan permusuhan dan kebenciannya terhadap sunnah dan ahlinya adalah Hasan Ali as-Saqqof Ghofarollahu lahu, penulis sebuah buku gelap yang dianggap fenomenal oleh fanatikus butanya yang berjudul : Tanaqudhaat Albany al-Waadhihah fiima waqo’a fi Tashhihi al-Ahaadiits wa Tadh’iif iha min Akhtho’ wa Gholathot (Kontradikitif Albani yang nyata

terhadap penshahihan hadits-hadits dan pendhaifannya yang salah dan keliru)58 yang jika ditelaah di dalamnya dipenuhi dengan tadlis, kedustaan, pengkhianatan ilmiah dan kebodohan penulisnya terhadap ilmu hadits. Akan datang penjelasan hal ini – insya Allah- dan para pembaca sekalian akan mengetahui kebobrokan dan kejahatan as-Saqqof ini di dalam bukunya tersebut.


وإذ
أراد الله نشر فضيلة طويت أتاح لها لسان حسود
لولا
اشتعال النار فيما جاورت ما كان يعرف طيب عرف العود

Bila Alloh berkehendak menyebarkan keutamaan yang rahasia Maka Ia member ikan kesempatan kepada lidah pendengki untuk menyebarkannya Seandainya bukan karena nyala api yang merayap Niscaya tidak akan diketahui wanginya kayu gaharu Di dalam risalah ini saya insya Alloh akan menurunkan bantahan ringkas terhadap buku Tanaqudhaat as-Saqqof ini sekaligus membongkar kedok hakikat dirinya. Di antara kesesatan dan penyimpangan as-Saqqof adalah :


1. Menghina dan mengkafirkan sebagian Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam terutama sahabat yang mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.


2. Melecehkan dan menjelekkan ulama-ulama ahlus sunnah semisal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, al-Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Abil Izz al-Hanaf i dan lainnya rahimahumullahu.


3. Gemar memuji dan membela Ahli bid’ah semisal al-Kautsari yang juga gurunya, bahkan as-Saqqof adalah orang yang sangat fanatik terhadap gurunya ini.


4. Beraqidah Jahmiyah tulen dan mencampuradukkan dengan aqidah-aqidah sesat lainnya semisal Asy’ariyah dan Maturidiyah.


5. Gemar berdusta dan berbohong, perkataannya busuk dan jelek, sering menfitnah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.


6. Meremehkan dan melecehkan hadits-hadits shahih juga tidak faham dan jahil terhadap ilmu hadits dan perangkatnya.


Dengan mengharap taufiq dan berkah dari Alloh Azza wa Jalla, mari kita masuki pembahasan ini :


AS-SAQQOF ADALAH PENCELA SAHABAT


Ketahuilah wahai orang yang berakal, bahwa Hasan as-Saqqof yang didengang-dengungkan oleh fanatikusnya sebagai muhaddits ini adalah tidak lebih dari seorang pencela sahabat dan melemparkan tuduhan kafir terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ’anhu.


As-Saqqof menuduh Sahabat yang mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ’anhu dengan nifaaq dan menganggapnya murtad. Sebagaimana diutarakan oleh Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullahu di dalam al-Anwaarul Kaasyifah (hal. 11),


”Dan termasuk puncak kesesatan orang yang zhalim lagi hina ini adalah sebagaimana yang dikabarkan oleh dua orang yang mendengarkan ucapannya, bahwa dia menuduh di beberapa majlisnya, bahwa sahabat yang mulia Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu 'anhu dengan tuduhan nifaq, dan mengisyaratkan bahwa Mu’awiyah telah murtad dan termasuk penghuni neraka...!


Semoga Allah merahmati Imam Abu Zur’ah ar-Razi yang berkata :


إذا
رأيت الرجل ينتقص أحدا من صحاب الرسول صلى الله عليه وسلم فاعلم أنه زنديق!!!

’Jika engkau melihat ada orang yang mencela sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah zindiq!..” 59


احذر
لسانك أن يقول فتبتلى إن البلاء موكل بالمنطق

Jaga lidahmu untuk berujar dari petaka Sebab petaka itu bergantung pada ucapan Sungguh benar ucapan Syaikh Ali Hasan hafizhahullahu, dan ta’liq as-Saqqof terhadap buku Daf’u Syubahit Tasbiih karya Ibnu Jauzi menjadi saksi atas kelancangannya dan keberaniannya menuduh sahabat Mu’awiyah radhiallahu 'anhu. Ia berkata di catatan kaki Daf’us Syubah (hal. 237) :


”Aku (as-Saqqof) berkata : Mu’awiyah membunuh sekelompok kaum yang shalih dari kalangan sahabat dan selainnya hanya untuk mencapai kekayaan duniawi. Dan di antara mereka adalah Abdurrahman bin Khalid bin Walid. Ibnu Jar ir menukilnya di dalam Tarikh-nya (III/202) dan Ibnul Atsir di dalam al-Kamil (III/453) dan lafazh ini darinya. Alasan kematiannya adalah pasalnya ia menjadi orang yang mulia/ terkemuka di mata penduduk Syam, mereka lebih condong kepada beliau karena ia memiliki karakteristik yang mirip ayahnya (Khalid bin Walid radhiyallahu ’anhu pent.), dan karena kemanfaatan pada dirinya bagi kaum muslimin di tanah Romawi dan juga karena keberaniannya.


Jadi, Mu’awiyah menjadi takut dan khawatir terhadapnya, lantas ia memerintahkan Ibnu ’Uthaal seorang nashrani untuk merencanakan pembunuhannya. Mu’awiyah memberikan jaminan padanya (Ibnu ’Uthal) pembebasan pajak seumur hidupnya... jadi ketika Abdurrahman kembali dari Romawi, Ibnu Uthaal memasukkan racun ke dalam minumannya melalui pelayannya. Lantas beliapun meninggal di Hums (sebuah tempat di pusat Siria),

dan Mu’awiyah memenuhi janji yang dia berikan kepada Ibnu ’Uthaal.


Aku (as-Saqqof) berkata : Apakah diperbolehkan membunuh seorang muslim? Sedangkan Allah ber firman :


وم
ن يْ قت ْ ل م ؤمِنا متعم دا َف ج زا ؤه ج هن م خالِ دا فِي ها و َ غضِ ب اللَّه عَليهِ وَلعنه وَأ عد َله ع َ ذابا
عظِي
ما

”Barangsiapa yang membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka tempatnya adalah neraka dan ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Murka Allah dan laknat- Nya atasnya, dan adzab yang pedih dipersiapkan baginya.” (QS 4 : 93)?!...


Ada empat karakteristik Mu’awiyah, dan setiap dari karakteristiknya akan diadzab di kubur, yaitu gegabah menghunus pedangnya secara zhalim kepada ummat ini sampai ia berhasil meraih kekhilafahan tanpa musyawarah, baik terhadap sahabat yang masih hidup saat itu dan orang-orang shalih lainnya. Ia mewariskan kekuasannya kepada puteranya yang seorang pemabuk60, pemakai pakaian sutera dan pemain alat musik... ia membunuh Hujr dan sahabat-sahabat Hujr, maka celakalah dirinya dan apa yang ia lakukan kepada Hujr...” [selesai ucapan as-Saqqof]


Tanggapan :


Lihatlah, bagaimana as-Saqqof menukil riwayat ini dari al-Kamil padahal kisah tersebut tidak memiliki isnad. 61 Kisah ini memang memiliki isnad di dalam Tarikh ath-Thabari namun sanadnya palsu menurut kaidah ilmu hadits. Syaikh Nashir al-’Ulwan wafaqohullahu telah membahas kedustaan riwayat ini di dalam Ittihaaf Ahlil Fadhl juz I dan lihat pula pembahasan sistematik tentang studi kritis terhadap Tarikh ath-Thabari yang ditulis oleh DR. Muhammad Amhazun dalam disertasinya yang berjudul Tahqiq Mauqif ash-Shohabah fil Fitnah min Riwayaati al-Imaam ath-Thobari wal Muhadditsin.


Hal ini menunjukkan bagaimana as-Saqqof menukil secara serampangan tanpa meneliti sanad berita yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang muhaddits atau peneliti hadits, bahkan ia menukil berita yang tidak memiliki sanad! Apakah yang mendorong dirinya melakukan demikian? Wallahu a’lam bish Showab.


Padahal Nabi yang mulia 'alaihi Sholaatu wa Salaam telah memilih Mu’awiyah radhiyallahu ’anhu sebagai penulis wahyu Allah, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam pernah mendo’akan Mua’wiyah : ”Ya Allah, ajarkan Mu’awiyah al-Kitab dan selamatkan dir inya dari siksa api neraka.”62 Juga sabdanya 'alaihi Sholaatu wa Salaam : ”Ya Allah, jadikanlah dirinya orang yang mendapat petunjuk lagi menunjuki”63.


Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam memperingatkan umatnya dari mencerca sahabat dalam sabdanya :


”Janganlah kalian sekali-kali mencerca sahabatku, jika seandainya ada diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, tidak akan mampu mencapai satu mud yang mereka infakkan, bahkan tidak pula setengahnya.” (HR. Muslim).


Terlebih lagi, bukankah Mu’awiyah itu pamannya kaum muslimin? Mengapa dirimu begitu lancang mencela dan mencercanya dengan membawa berita tak bersanad apalagi

dengan sanad palsu?


Imam Al-Lalika`i rahimahullahu meriwayatkan di dalam as-Sunnah (no. 2359) bahwa Imam Abu Abdillah Ahmad binMuhammad al-Hanbal rahimahullahu berkata :


”Jika kau melihat seorang berbicara buruk tentang sahabat, maka ragukanlah keislamannya.”

Beliau juga berkata di dalam as-Sunnah (hal. 78) :


”Barangsiapa yang mencela para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam atau salah seorang dari mereka, ataupun meremehkan mereka, mencela dan membuka aib-aib mereka ataupun menjelekkan salah seorang dari mereka, maka ia adalah seorang Mubtadi’, Rofidhi, Khabits (busuk), Mukhalif (orang yang menyempal), ...”


Imam Abu Zur’ah ar-Razi berkata :


”Jika engkau melihat ada seseorang yang merendahkan salah seorang dari sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, maka ketahuilah sesungguhnya ia adalah Zindiq! Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam adalah haq di sisi kami, dan al-Qur’an itu haq, dan yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sesungguhnya mereka menghendaki mencela persaksian kita dengan tujuan membatalkan al-Kitab dan as-Sunah” (Dikeluarkan oleh al-Khathib di dalam al-Kifaayah fi ’ilmir Riwaayah hal. 67)64


Imam Barbahari berkata di dalam Syarhus Sunnah :


”Jika kau melihat ada seseorang mengkritik sahabat nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang jahat ucapannya dan pengikut hawa nafsu, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :


Jika kau mendengar sahabat-sahabatku disebut maka tahanlah lisanmu.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Mas’ud dan haditsnya shahih) 65


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata di dalam Minhajus Sunnah (V/146) :


”Oleh karena itu dilarang (memperbincangkan) perselisihan yang terjadi diantara mereka, baik para sahabat maupun generasi setelahnya. Jika dua golongan kaum muslimin berselisih tentang suatu perkara dan telah berlalu, maka janganlah menyebarkannya kepada manusia, karena mereka tidak mengetahui realita sebenarnya, dan perkataan mereka tentangnya adalah perkataan yang tanpa ilmu

dan keadilan.


Sekiranya pun mereka mengetahui bahwa kedua golongan tersebut berdosa atau bersalah, kendati demikian menyebutkannya tidaklah mendatangkan maslahat yang rajih (kuat) dan bahkan termasuk ghibah yang tercela. Para sahabat Ridlawanullahu ’alaihim ’ajmain adalah orang yang paling agung kehormatannya, paling mulia kedudukannya dan paling suci jiwanya. Telah tetap keutamaan mereka baik secara khusus maupun umum yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Oleh karena itu, memperbincangkan perselisihan mereka dengan celaan adalah termasuk dosa yang paling besar daripada memperbincangkan selain mereka.” 66


Ingatlah pula ucapan al-Hafizh Ibnu Katsiir rahimahullahu yang berkata di dalam al-Ba’its al-Hatsits (hal. 182) :


”Adapun perselisihan mereka pasca wafatnya Nabi ’alaihi Salam, yang di antara perselisihan tersebut ada yang terjadi tanpa didasari oleh kesengajaan seperti peristiwa Jamal, ada diantaranya yang ter jadi karena faktor ijtihad seperti peristiwa Shiffin. Ijtihad itu bisa salah dan bisa benar. Namun, pelakunya

dimaafkan jika ia salah, bahkan ia diganjar satu pahala. Adapun ijtihad yang benar maka ia mendapat dua pahala.” 67


Wahai para fanatikus as-Saqqof dan siapa saja pembelanya… bacalah kitab-kitab karya ulama hadits berikut ini :


1. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari al-Ju’f i (w.256) di dalam Shahih-nya, kitab Fadlail Ashhabin Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Bab : Qowlun Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Law Kuntu Muttakhidzan Khaliilan (Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam sekiranya aku menjadikan kekasih).


2. Abul Husain Muslim bin Hajjaj al-Quysairi an-Naisaburi (w.261) di dalam Shahih-nya, kitab Fadlailus Shahabah, Bab :


Tahriimu Sabbis Shahabah Radhiallahu 'anhum (Haramnya mencela sahabat radhiallahu 'anhum).


3. Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sijistani (w. 275) di dalam Sunan-nya, kitab as-Sunnah, Bab : an-Nahyu ‘an Sabbi Ashhabin Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (Larangan mencela sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam).


4. Abu Isa Muhammad bin Isa at-Turmudzi (w. 259) di dalam Sunan-nya, dalam bab al-Manaqib ’an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Bab : Fiiman Sabba Ashhaba an-Nabi

Shallallahu 'alaihi wa Sallam (Bagi siapa yang mencela para sahabat).


5. Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib an-Nasa`i (w. 303) di dalam kitabnya Fadlailus Shahabah, Bab : Manaqib Ashhabin Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam wan Nahyu ’an Sabbihim rahimahumullahu ajma’in wa radhiallahu 'anhum (Manakib Para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan Larangan Mencela Mereka semoga Alloh merahmati dan merihai mereka).


6. Abu Abdillah Yazid bin Abdillah al-Qirwani (w. 273) di dalam muqoddimah Sunan-nya, Bab : Fadlail Ashhabi Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.


7. Abu Hatim Muhammad bin Hibban al-Busti (w. 354) di dalam Manaqib ash-Shahabah, Rijaaluha wa Nisaa’uha bidzikri Asmaa`ihim radhiallahu 'anhum ajma’in (Manakib Sahabat, kaum lelaki dan wanitanya dengan menyebut namanamanya), dalam bab :


Fadlail ash-Shahabah wat Tabi’in yang menyebutkan : al-Khabar ad-Daalu ’ala anna Ashhaba Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam Kulluhum Tsiqaat wa ’uduul (Berita yang menunjukkan bahwa Sahabat Rasulullah seluruhnya kredibel dan terpercaya) dan az-Zajru ’an Sabbi Ashhabi Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa Sallam alladzi Amarallahu bil Istighfar Lahum (Ancaman terhadap mencela sahabat Rasulullah yang Allah memerintahkan untuk memohonkan ampun bagi mereka). Demikan pula dalam kitabnya al-Majruuhin minal Muhadditsin tentang haramnya mencela sahabat.


Dan masih beribu-ribu lagi penjelasan para ulama ahlus sunnah baik salaf maupun kholaf yang menjelaskan tentang haramnya mencela sahabat... Lantas, bagaimana kita menempatkan as-Saqqof ini dan para pembebeknya terhadap hak para sahabat nabi yang mulia??? Yang mana para Imam Ahlus Sunnah bersepakat bahwa pencerca Sahabat Nabi dikatakan sebagai Zindiq, Mubtadi’ atau Rofidhoh! Maka bertaubatlah wahai pencerca...!


Ibrahim bin Maisarah berkata :


”Aku tidak pernah melihat Umar bin Abdul Aziz memukul seseorang pun kecuali orang yang mencerca Mu’awiyah. Beliau memukulnya dengan beberapa kali cambukan.”68


Aduhai, sekiranya Umar bin Abdul Aziz hidup saat ini untuk mencambuki kelancangan as-Saqqof ini dan para pengikutnya...


As-Saqqof mencela para Imam Ahlus Sunnah


Semoga Alloh merahmati Imam Abu Hatim ar-Razi yang berkata :


”Salah satu ciri Ahlul Bid’ah adalah adanya cercaan mereka terhadap Ahlul Atsar.” 69


Sungguh benar sekali apa yang dikatakan oleh Imam Abu Hatim ar-Razi, karena Ahlul Bid’ah akan senantiasa memusuhi dan membenci Ahlul Hadits, memerangi mereka dan memberikan mereka dengan gelar-gelar yang buruk. As-Saqqof adalah salah

satu contoh dari sekian banyak contoh Ahlul Bid’ah yang membenci dan memerangi Ahlul Atsar, yang terdepan di antara mereka adalah Syaikhul Islam Ahmad bin ‘Abdil Halim bin Taimiyah an-Numairi ad-Dimasyqi rahimahullahu. Bahkan Syaikhul Islam tidak hanya dicela dan direndahkan, namun juga dikafirkan!


Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullahu berkata di dalam al- Anwaarul Kaasyifah (hal. 9) :


”Takfir (pengkafiran) dari orang zhalim ini terhadap imamnya dunia (yaitu Syaikhul Islam) tidaklah datang begitu saja, namun takf ir ini datang sebagai pembelaan terhadap pemuka-pemuka ahlul bid’ah yang jahil dan terhadap muqollid (pembebek) yang beku akalnya dari kalangan asy’ariyah dan jahmiyah, yang mana syaikhul Islam telah bersumpah atas dirinya untuk mengkritik mereka dan membantah penyimpangan-penyimpangan mereka, [dan beliau menegakkan perang terhadap mereka sepanjang hidupnya baik dengan tangan, hati maupun lisannya. Beliau menyingkap kebatilan mereka di hadapan manusia dan menerangkan talbis (perancuan) dan tadlis (penyamaran) mereka, beliau hadapi mereka dengan akal yang sharih ( terang) dan nukilan (dalil) yang shahih, dan beliau terangkan kontardiktif mereka] 70”


Syaikh Ali melanjutkan (hal 11-12) :


”Dan takfir ini pada realitanya merupakan senjata andalannya (as-Saqqof), telah menceritakan kepadaku seorang yang bersumpah dengan jujur–insya Allahbahwa al-Khossaf ( sebutan terhadap as-Saqqof) ini berkata kepadanya dan ia mendengar dengan telinganya (bahwa as-Saqqof berkata) :


”Aku tidak mengkafir kan Ibnu Taimiyah kecuali dalam rangka menerangkan kepada murid-muridnya

bahwa sesungguhnya dirinya tidaklah ma’shum”. Demikianlah perkataannya, sebagai pengejawantahan kaidah yang tidaklah beriman kepada Allah dan tidak pula hari akhir : ’Tujuan menghalalkan segala cara!!’ Cela mana lagi yang lebih besar dari kehinaan ini?!


Sungguh indah apa yang diucapkan oleh al-Allamah Badruddin al- ’Aini (wafat tahun 841 H.), seorang pensyarah Shahihul Bukhari di dalam taqrizh beliau terhadap ar-Raddul Waaf ir (hal. 264) yang menjelaskan hukum bagi orang yang mengkafir kan Imam dunia ini : ”...


Jika demikian keadaannya, maka wajib atas ulil amri untuk menghukum orang bodoh lagi perusak yang berkata tentang kehormatan Ibnu Taimiyah bahwasanya diri beliau adalah kafir, dengan bentuk

hukuman pukulan yang keras dan penjara terali yang berlapis. Barang siapa berkata kepada muslim, wahai kafir maka akan kembali ucapannya kepada dirinya, apalagi jika lancang melemparkan ’najis’ seper ti ini dan berkata dengannya terhadap kehormatan si ’alim ini (Ibnu Taimiyah), terlebih lagi di saat beliau sudah meninggal. Telah datang larangan dari syariat tentang membicarakan kehormatan kaum muslimin yang telah meninggal, dan Allahlah yang maha mengambil kehormatan dan ditampakkannya.”


Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu di dalam taqrizh beliau juga terhadap kitab yang sama (hal. 263), dan as-Sakhowi juga turut mengisyaratkan pula hal ini di dalam adl-Dhou’ul Laami’ (VIII/104) :


’Tidaklah seseorang yang berkata bahwa Ibnu Taimiyah itu kafir melainkan hanya dua orang, entah dia orang yang sejatinya kafir ataukah ia orang yang bodoh tentang keadaan beliau.. sungguh telah memuji akan keilmuan, agama dan kezuhudan Ibnu Taimiyah mayoritas ulama yang hidup satu masa dengan beliau.” 71


Di dalam buku gelapnya, at-Tandid biman ’adadit-Tauhid wa Ibthalu Muhawalatut-Tatslits fit Tauhid wal ’Aqidah Islamiyyah, as-Saqqof mencela sejumlah besar ulama Ahlus Sunnah secara terang-terangan. Ia menuduh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya berkeyakinan mujassamah72 dan ia menuduh Ibnu Abil ’Izz al-Hanafy rahimahullahu sebagai pelopor madzhab bathil pengikut golongan bid’ah (hal. 6).


Bahkan Imam ’Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu juga tidak selamat dari celaannya, dia berkata di dalam bukunya yang buruk ”Ihtijaaju al-Kho`ib” (hal. 11) bahwa para ulama ahlul hadits telah berdusta terhadap Imam Ahmad bin Hanbal dengan mengklaim bahwa ada sanad yang shahih terhadap bukubuku yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad, terutama dari jalan puteranya ’Abdullah, seperti buku az-Zaigh (menyimpang), dan yang dimaksudkan olehnya dengan buku zaigh (menyimpang) adalah buku as-Sunnah karya Imam Abdullah bin Ahmad.73


Apabila para imam Ahlus Sunnah terdahulu saja tidak luput dari celaannya, maka bukanlah suatu hal yang aneh apabila as-Saqqof juga turut mencela para Imam dan Ulama Ahlus Sunnah di zaman ini, seperti Imam Ibnu Baz dan Al-Albani rahimahumallahu. Dan

ini merupakan ciri khas dan karakteristik dirinya dan Ahlul Bid’ah.


Sungguh benar sekali ucapan seorang penyair :


ما
يضير البحر أمسى زاخرا أن رمى فيه غلام بحجر

Lautan pasang tidak akan terganggu Hanya karena anak kecil yang melemparinya dengan batu


لو
رجم النجم جميع الورى لم يصل الرجم إلى النجم

Walau seluruh makhluk melempari bintang Lemparan itu takkan sampai ke bintang


AQIDAH AS-SAQQOF ADALAH JAHMIYAH TULEN


Hasan Ali as-Saqqof tidak hanya berhenti menunjukkan kekejamannya terhadap para sahabat dan ulama ummat ini.


Namun dia juga menabuh genderang perang terhadap ahlus sunnah dengan menuduh ahlus sunnah berkeyakinan tatslits (trinitas) di dalam buku suramnya yang berjudul at-Tandid biman ’adadit-Tauhid wa Ibthalu Muhawalatut-Tatslits fit Tauhid wal ’Aqidah Islamiyyah74 dikarenakan Ahlus Sunnah membagi Tauhid menjadi tiga macam, yaitu Tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan Asma’ wa Sifat.


Menurutnya, pembagian Tauhid menjadi tiga adalah hal bid’ah yang dimunculkan pada abad ke-8, dan ia mengisyaratkannya kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai pencetus istilah bid’ah ini (lihat kitabnya hal. 10) dan ia menuduh Ibnu Abil ’Izz al-Hanafy sebagai pelopor madzhab bathil pengikut golongan bid’ah ini (hal. 6) dan mengisyaratkan bahwa Syaikhul Islam dan muridnya, Imam Ibnul Qoyyim adalah penganut faham mujassamah.


Bahkan ia membela mati-matian Sayyid Quthb dan Asy’ariyah dengan menyatakan bahwa mereka mensucikan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari jism dan tahayyuz sedangkan Syaikh Abdullah ad-Duwaisy75 dikatakannya sebagai pengikut madzhab Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim yang menetapkan sifat jism dan tahayyuz (hal. 19-20). Bahkan konyolnya lagi, Hasan Ali Saqqof berpendapat bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak disifati di luar alam semesta dan juga tidak di dalamnya (hal. 58).76


Syaikh yang mulia, Prof. DR. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafizhahumallahu menulis bantahan ilmiah terhadap kesesatan dan kedunguan Hasan Ali as-Saqqof ini di dalam buku beliau yang bermanfaat yang berjudul Al-Qoulus Sadiid fii Raddi ’ala man ankara Taqsiim at-Tauhiid. Syaikh Abdurrazaq berkata sebagai kesimpulan beliau setelah membaca buku as-Saqqof yang berjudul at-Tandiid ini sebagai berikut :


1. Dia adalah seorang jahmiyah tulen, yang berpemahaman bahwa Allah tidak disifati dengan berada di alam maupun di luarnya dan dia juga menisbatkan pendapat ini secara dusta dan batil kepada Ahlis Sunnah wal Jama’ah.


2. As-Saqqof ini adalah seorang muharrif (penyeleweng) kelas atas yang gemar merubah-rubah ucapan para ulama dan nash-nash dalil.


3. As-Saqqof ini orang yang banyak kebohongannya dan sering melakukan tadlis dan talbis.


4. Lisannya jelek dan perkataannya busuk, sering menf itnah dan berbuat kedustaan kepada Ahlus Sunnah.



5. Gemar memuji Ahlul Bid’ah, apalagi gurunya yang bernama Muhammad Zahid al-Kautsari, seorang penghulu Jahmiyah tulen zaman ini.


6. Meremehkan dan melecehkan hadits-hadits shahih –hanya karena menyelisihi madzhabnya-, seperti pada hadits Jariyah.77


Ketahuilah, bahwa Jahmiyah ini adalah firqoh tersesat diantara firqoh-firqoh yang ada. Bahkan sebagian ulama salaf tidak memasukkan Jahmiyyah sebagai 72 kelompok yang diancam siksa neraka, karena mereka menganggap bahwa Jahmiyah telah kafir keluar dari Islam. Dikarenakan Jahmiyah adalah kelompok yang meniadakan sifat-sifat bagi Allah, dan mereka adalah atheis-nya ummat ini.


Para ulama Salaf dan Kholaf telah membantah pemahaman sesat Jahmiyah ini. Syaikhul Islam membongkar kedok kesesatan mereka dengan menulis kitab Bayaanu Talbiis al-Jahmiyyah :


Naqdhu Ta'sis al-Jahmiyyah, Imam Ibnu Darimi menulis kitab ar-Raddu ’alal Jahmiyyah, demikian pula dengan Imam Ahmad dan Imam Ibnu Khuzaimah yang juga menulis bantahan dengan judul yang sama, yaitu ar-Raddu ’alal Jahmiyyah. Al-Allamah Ibnul Qoyyim, Syaikhul Islam kedua, menulis Ijtima’ al-Juyusy al- Islaamiy yang mengupas habis kesesatan Jahmiyah, demikian pula Imam adz-Dzahabi dalam al-’Uluw al-Aliy al-Ghoffar dan

ikhtisharnya yaitu Mukhtashor al-’Uluw. Dan masih banyak lagi ulama-ulama ahlus sunnah yang membongkar kesesatan faham jahmiyah ini, yang sekarang sedang dijajakan dan dibela matimatian oleh as-Saqqof dan didukung oleh pembebeknya dari kalangan shufiyun dan Hizbut Tahrir.78 Kepada para pembebek dan pembela as-Saqqof, sangat tepat sekali ucapan penyair di bawah ini menggambarkan keadaan mereka


أعمى
يقود جهولا لا أبا لكم قد ضل من كان العميان ديه

Orang buta menuntun orang bodoh Sungguh malang nasib orang yang dituntun orang buta.


Bersambung ke Bagian ke 2, InsyaAllah..


Catatan Kaki:


48 Ini adalah cuplikan khuthbah al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu di dalam buku beliau “Ar-Roddu ‘alal Jahmiyyah” (hal. 85), tahqiq ‘Abdurrahman ‘Umairah, cet. Darul Liwa’ ar-Riyadh. Buku ini tsabit (benar dan kuat) penisbatannya kepada Imam Ahmad. Lihat “Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyyah” karya Ibnu Qoyyim al-Jauziyah tentang penetapannya (hal.100).


49 Lihat al-Jami’ li Ahkaamil Qur’an karya Imam al-Qur thubi (IV/44).

50 Lihat Syarafu Ashhabil Hadits hal. 91.

51 Ibid, hal. 94.

52 Syarh I’t iqoh Ahlus Sunnah karya Imam al-Lalika`i (I/179)

53 Aqidah Salaf Ashhabul Hadits karya Imam Abu Utsman Ash-Shabuni.

54 Syarh Nawawi terhadap Shahih Muslim juz XIII hal. 66-67 dan Fathul Bari juz I hal. 164; Lihat Ithaaful ‘Ibaad bi Fawa`idi Duruusi asy-Syaikh ‘Abdil Muhsin bin Hamad al-‘Abbad karya Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Umaisan, cet. Darul Imam Ahmad, hal. 10 (catatan kaki).


55 Baca Biografi beliau di “Biografi Albani” yang disusun oleh guru kami, al-Ustadz al- Fadhil Abu Abdillah Mubarak bin Mahfudz Bamu’allim, Pustaka Imam Syafi’i.


58 Buku ini disambut dengan gegap gempita oleh musuh-musuh dakwah Salaf iyah dan dijadikan pegangan oleh mereka di dalam menghantam Syaikh al-Albani dan dakwah Salafiyah. Isi buku ini sarat dengan kedustaan dan kebohongan, namun disebarluaskan oleh musuh-musuh dakwah. Di antara mereka yang turut menyebarkan tulisan gelap as- Saqqof ini adalah Muhammad Lazuardi al-Jawi, syabab HT dari Malang. Demikian pula dengan Prof. Ali Musthofa Ya’qub turut menyebut nama as-Saqqof di dalam bukunya


“Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan” untuk membantah Syaikh al-Albani rahimahullahu, dan alhamdulillah buku Prof Ali Mustofa Ya’qub ini telah dibantah oleh saudara kami yang mulia, al-Ustadz Abu ‘Ubaidah as-Sidawi. Buku Tanaqudhaat ini juga sangat laris di forum-forum internet komunitas kaum Syi’ah, Shufi dan Hizbut Tahrir. Allohul Musta’an.


Beberapa ulama telah membantah buku Tanaqudhaat ini, diantaranya adalah :


- Syaikh Ali Hasan al-Halabi dalam al-Anwarul Kasyifah li Tanaqudhaat al-Khassaaf az-Zaa`ifah wa Kasyfu maa fiihaa minaz Zaigh wal Mujaazafah. (Risalah ini banyakmengambil faidah dari buku ini).


- Syaikh DR. Khalid al-Anbari dalam Iftiraa`at as-Saqqof al-Atsim ‘alal Albani Syaikh Muhadditsin.

- Syaikh ‘Abdul Basith bin Yusuf al-Gharib dalam at-Tanbiihaatul Maliihah [ telah diterjemahkan dengan judul “Koreksi Ulang Syaikh Albani” diterbitkan oleh Pustaka Azzam] .


59 Al-Kifaayah karya al-Imam al-Khathib al-Baghdadi hal. 97. Lihat al-Anwaarul Kaasyifah karya Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Darul Ashalah, cet. I, 1411 H/1991 M, halaman 11.


60 Yang dimaksud oleh as-Saqqof dengan putera Mu’awiyah adalah Yazid bin Mu’awiyah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam Majmu’ Fatawa (III/413-414) tentang orang yang berbicara mengenai Yazid bin Mu’awiyah : “Yang benar menurut para Imam adalah, sesungguhnya ia (Yazid) tidaklah dikhususkan dengan pujian dan tidak pula dengan laknat.


Kendati demikian, walaupun ia seorang yang fasik atau zhalim, namun Allah-lah yang akan mengampuni orang yang fasik dan zhalim, terlebih lagi jika dirinya memiliki kebaikan yang berlimpah. Bukhari telah meriwayatkan di dalam Shohihnya dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :


“Tentara pertama yang memerangi Konstant inopel diampuni dosa-dosanya.” Dan tentara yang pertama memerangi Konstantinopel adalah Amirul Mu’minin Yazid bin Mu’awiyah, dan beser ta beliau ada Abu

Ayyub al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu… Maka wajib bersikap per tengahan di dalam mensikapinya. Berlebih- lebihan di dalam menyebut Yazid bin Mu’awiyah dan menguji kaum muslimin dengan keadaan dirinya, maka ini termasuk bid’ah yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah…” [Lihat al-Hatstsu ‘ala-ttiba`is Sunnah wat Tahdziir minal Bida’ wa Bayaanu Khathariha, oleh Syaikh al-Allamah Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr haf izhahullahu wa nafa’allahu bihi, dalam bab Bid’atu Imtihaanin Naasi, hal. 58-59.]


61 Imam Ibnul Mubarak rahimahullahu berkata : “Sanad merupakan bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad niscaya setiap orang akan berkata apa yang dia kehendaki.”


Imam Ibnu Sirin rahimahullahu berkata : “Sanad termasuk agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil ilmu.” (lihat. Muqoddimah Shahih Muslim). Aduhai, bagaimana bisa seseorang yang dipuja puji sebagai muhadditsin namun menukil berita yang tidak bersanad, bahkan ada yang palsu lagi…


62 HR. Ahmad (IV/127) dan Ibnu Hibban (566)

63 Lihat Silsilah al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1969

64 Lihat ucapan para Imam Ahlus Sunnah tentang larangan mencela para sahabat di dalam Iiqozhul Himmah littiba’in Nabiyyil Ummah, Khalid bin Su’ud al-Ajmi, Darul Wathan lin Nasyr, cet. I, 1420 H/ 1999 M, Riyadh, hal. 76-79


65 Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah no. 34

66 Lihat I ’laamul Ajyaal bi’tiqoodi ’Adaalati Ashhabi an-Nabiy Shallallahu 'alaihi wa Sallam al- Akhyaar, karya Syaikh Abu Abdullah Ibrahim Sa’idai, Maktabah ar-Rusyd, cet. II, 1414 H / 1993 M, Riyadh, hal. 65)


67 Ibid hal. 66.

68 Lihat ’Fitnah Kubro’ halaman 76

69 Syarh I’t iqoh Ahlus Sunnah karya Imam al-Lalika`i (I/179)


70 Kata di dalam kurung adalah ucapan mur id beliau rahimahullahu, yaitu ucapan al-‘Allamah Ibnu Qoyyim al-Jauziyah rahimahullahu di dalam “ash-Showaa’iqul Mursalah” (I/151).


71 Lihat al-Anwarul Kasyifah, op.cit., hal. 9-11

72 Keyakinan sesat yang menyatakan bahwa Alloh memiliki jism (badan/raga) sebagaimana makhluk-Nya.


73 Lihat Laa Difa’an ‘anil Albani fasbi Bal Difa’an ‘anis Salafiyyah, bab Tho’nu as-Saqqof al-Mubtadi’ f is Sunniy ibnu as-Sunniy Abdullah bin Imam Ahmad karya asy-Syaikh ‘Amru ‘Abdul Mun’im Salim. Bahkan tidak hanya ini, dia juga mencela buku-buku karya Imam Ahlus Sunnah dipenuhi oleh hadits-hadits maudhu’ dan dha’if semisal : Kitabus Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad, Kitabus Sunnah karya al-Khollal, as-Sunnah dan I’t iqod Ahlis Sunnah karya al-Lalikai, ar-Raddu ‘ala Bisyr al-Marisi karya ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi, al-Ibanah karya Ibnu Baththah, dan lain lain. Dia menuduh bahwa buku mereka ini dipenuhi oleh faham tasybih (penyerupaan Alloh dengan makhluk). Untuk mengetahui lebih lengkap

penyimpangan as-Saqqof silakan rujuk Laa Difa’an ‘anil Albani fasbi Bal Difa’an ‘anis Salafiyyah karya Syaikh ‘Amru ‘Abdul Mun’im Salim.


74 Alhamdulillah, para ulama telah membantah kesesatan aqidah as-Saqqof ini, diantara mereka adalah :


- Syaikh Sulaiman Nashir al-‘Ulwan dalam 3 bukunya, yaitu Al-Kasysyaf ‘an Dholalati Hasan as-Saqqof, Al-Qoulul Mubin fi I tsbaat i ash-Shuuroh li Robbil ‘Alamin dan Itt ihaaf Ahlil Fadhl wal Inshaf bi Naqdhi Kitaabi Daf ’i Syubahit Tasybih wa Ta’liqoot i as-Saqqof.


- Syaikh Ali Hasan al-Halabi dalam Al-Iqof ‘ala Abathil Qomus Syata`im as-Saqqof.

- Syaikh ‘Amru ‘Abdul Mun’im Salim dalam Laa Difa’an ‘anil Albani fahasbi bal Difa’an ‘anis Salaf iyyah.

- Syaikh ‘Abdul Karim bin Sholih al-Humaid dalam al-Ithaaf bi Aqidat il Islam wat Tahdziir min Jahmiyat is Saqqof.


[Lihat Kutubu Hadzdzaro minhal Ulama karya Syaikh Abu ‘Ubaidah Masyhur Hasan Salman, jilid I, cet. I, 1415/1995, Darus Shami’i, hal. 301.


75 penulis buku al-Mauriduzh Zhilal f ii Tanbiih ’ala Akhtha`izh Zhilal ( telah diterjemahkan oleh Darul Qolam).


76 Ahlus Sunnah wal Jama’ah hanya mencukupkan diri dengan apa yang diberitakan oleh Alloh di dalam Kitab-Nya dan disampaikan oleh Rasul-Nya. Apabila Alloh dan Rasul-Nya member itakan bahwa Alloh berada di atas langit bersemayam di atas Arsy-Nya, maka kewajiban kita adalah sami’na wa atha’na. Bukannya malah mencari dalih penolakan dengan logika dan akal kita yang pendek.


Pendapat bahwa Alloh tidak berada di dalam alam semesta dan tidak pula di dalamnya merupakan aqidah Jahmiyah tulen, produk impor dari filsalaf kafir. Apabila Alloh tidak berada di alam semesta dan tidak pula di luarnya, konsekuensi logis perkataan ini adalah, sesuatu yang tidak disifatkan keberadaannya di dalam maupun di luar suatu dimensi maka menunjukkan ketiadaannya. Jadi. Intinya konsekuensi dari pendapat ini adalah Alloh itu tidak ada.


77 Lihat Al-Qoulus Sadiid fir Raddi ‘ala man Ankara Taqsiim at-Tauhid karya Syaikh ‘Abdurrazaq al-‘Abbad, cet. II, 1422/2001, Daar Ibnu ‘Affan, hal. 13-14 78 Sungguh sangat disayangkan, Hizbut Tahrir sekali lagi bersekongkol dengan para penyesat umat di dalam menghadang dan memerangi dakwah Ahlus Sunnah. Muhammad Lazuardi al-Jawi dan seorang yang menyembunyikan jati dirinya dengan nama “Mujaddid” turut menyebarkan tuduhan kepada Syaikh al-Albani dengan menukil tulisan- tulisan as-

Saqqof ini di forum- forum internet dan media dakwah mereka. Aduhai alangkah benarnya ucapan Syaikh al-Albani,


“Burung-burung itu biasanya berkumpul sesama jenisnya…"

2 komentar:

  1. sekarang lagi ngetrend perdebatan ustadz idrus ramli.bagaimana tanggapan antum?

    BalasHapus
    Balasan
    1. .menurut hemat saya kebenaran itu bukan untuk di perdwbatkan namun untuk di ikuti, walohu a, lam

      Hapus