Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 060
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar)
Barangsiapa mengamalkan apa yang ia ketahui, Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang sebelumnya tidak ia ketahui. Ini sebagaimana firman Allah :
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya.” (Muhammad: 17)
Allah juga berfirman:
“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-Nisa’: 66—68)
Allah l berfirman pula:
“Wahai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan.” (Al-Hadid: 28)
Allah juga berfirman:
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (Al-Baqarah: 257)
Allah juga berfirman:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan.” (Al-Ma’idah: 15—16)
Dan penguat akan hal ini banyak sekali dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Demikian pula, barangsiapa yang berpaling dari mengikuti kebenaran yang telah ia ketahui karena mengikuti hawa nafsunya, akan mengakibatkan dia bodoh dan tersesat sehingga hatinya akan menjadi buta terhadap kebenaran yang jelas. Ini sebagaimana firman Allah :
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (Ash-Shaff: 5)
Juga firman Allah :
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya.” (Al-Baqarah: 10)
Juga firman Allah :
“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah.’ Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman? Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seakan-akan mereka tidak pernah beriman kepada Al-Qur’an sebelumnya.” (Al-An’am: 109—110)
Ini adalah bentuk pertanyaan peniadaan dan pengingkaran, ‘dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang, mereka tidak akan beriman? Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seakan-akan mereka tidak pernah beriman kepada Al-Qur’an sebelumnya’, menurut qiraah (bacaan) yang mengkasrah innaha ‘sungguh’, sebagai penegasan bahwa apabila mukjizat itu telah datang mereka tidak akan beriman, dan Kami akan memalingkan hati dan penglihatan mereka seakan-akan mereka tidak pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) sebelumnya. Oleh karena itu, sebagian Salaf, di antaranya Sa’id bin Jubair t, mengatakan bahwa termasuk balasan atas suatu kejelekan adalah kejelekan yang setelahnya.
Disebutkan dalam Ash-Shahihain dari Ibnu Mas’ud z, dari Nabi n, beliau bersabda, “Berpeganglah kalian dengan kejujuran, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing kepada surga. Senantiasa seorang hamba berlaku jujur dan membiasakannya, hingga dia dicatat di sisi Allah l sebagai seorang yang shiddiq (jujur). Berhati-hatilah kalian dari kedustaan, karena kedustaan itu akan membimbing kepada kejahatan, dan kejahatan itu akan membimbing kepada neraka. Senantiasa seorang hamba berdusta dan membiasakannya, hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Dalam hadits ini, Nabi solallohu alaihi wasalam mengabarkan bahwa kejujuran adalah satu pokok yang akan menghasilkan kebaikan, sebagaimana dusta juga satu pokok yang akan menghasilkan kejelekan/dosa.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (Al-Infithar: 13—14)
(Diambil dari At-Tuhfah Al-‘Iraqiyyah fil A’mal Al-Qalbiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hlm. 5—6)
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya.” (Muhammad: 17)
Allah juga berfirman:
“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-Nisa’: 66—68)
Allah l berfirman pula:
“Wahai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan.” (Al-Hadid: 28)
Allah juga berfirman:
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (Al-Baqarah: 257)
Allah juga berfirman:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan.” (Al-Ma’idah: 15—16)
Dan penguat akan hal ini banyak sekali dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Demikian pula, barangsiapa yang berpaling dari mengikuti kebenaran yang telah ia ketahui karena mengikuti hawa nafsunya, akan mengakibatkan dia bodoh dan tersesat sehingga hatinya akan menjadi buta terhadap kebenaran yang jelas. Ini sebagaimana firman Allah :
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (Ash-Shaff: 5)
Juga firman Allah :
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya.” (Al-Baqarah: 10)
Juga firman Allah :
“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah.’ Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman? Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seakan-akan mereka tidak pernah beriman kepada Al-Qur’an sebelumnya.” (Al-An’am: 109—110)
Ini adalah bentuk pertanyaan peniadaan dan pengingkaran, ‘dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang, mereka tidak akan beriman? Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seakan-akan mereka tidak pernah beriman kepada Al-Qur’an sebelumnya’, menurut qiraah (bacaan) yang mengkasrah innaha ‘sungguh’, sebagai penegasan bahwa apabila mukjizat itu telah datang mereka tidak akan beriman, dan Kami akan memalingkan hati dan penglihatan mereka seakan-akan mereka tidak pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) sebelumnya. Oleh karena itu, sebagian Salaf, di antaranya Sa’id bin Jubair t, mengatakan bahwa termasuk balasan atas suatu kejelekan adalah kejelekan yang setelahnya.
Disebutkan dalam Ash-Shahihain dari Ibnu Mas’ud z, dari Nabi n, beliau bersabda, “Berpeganglah kalian dengan kejujuran, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing kepada surga. Senantiasa seorang hamba berlaku jujur dan membiasakannya, hingga dia dicatat di sisi Allah l sebagai seorang yang shiddiq (jujur). Berhati-hatilah kalian dari kedustaan, karena kedustaan itu akan membimbing kepada kejahatan, dan kejahatan itu akan membimbing kepada neraka. Senantiasa seorang hamba berdusta dan membiasakannya, hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Dalam hadits ini, Nabi solallohu alaihi wasalam mengabarkan bahwa kejujuran adalah satu pokok yang akan menghasilkan kebaikan, sebagaimana dusta juga satu pokok yang akan menghasilkan kejelekan/dosa.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (Al-Infithar: 13—14)
(Diambil dari At-Tuhfah Al-‘Iraqiyyah fil A’mal Al-Qalbiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hlm. 5—6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar