Ilmu kasyaf atau yang lebih dikenal dengan ilmu laduni (ilmu
batin) tidaklah asing ditelinga kita, lebih – lebih lagi bagi siapa saja yang
sangat erat hubungannya dengan tasawuf beserta tarekat-tarekatnya.
Kata sebagian orang: “Ilmu ini sangat langka dan sakral. Tak
sembarang orang bisa meraihnya, kecuali para wali yang telah sampai pada
tingkatan ma’rifat. Sehingga jangan sembrono untuk buruk sangka, apalagi
mengkritik wali-wali yang tingkah lakunya secara dhahir menyelisihi syariat.
Wali-wali atau gus-gus itu beda tingkatan dengan kita,
mereka sudah sampai tingkatan ma’rifat yang tidak boleh ditimbang dengan
timbangan syari’at lagi”. Benarkah demikian? Inilah topik yang kita kupas pada
kajian kali ini.
Hakikat Ilmu Laduni
Kaum sufi telah memproklamirkan keistimewaan ilmu laduni. Ia merupakan ilmu yang paling agung dan puncak dari segala ilmu. Dengan mujahadah, pembersihan dan pensucian hati akan terpancar nur dari hatinya, sehingga tersibaklah seluruh rahasia-rahasia alam ghaib bahkan bisa berkomunikasi langsung dengan Allah, para Rasul dan ruh-ruh yang lainnya, termasuk nabi Khidhir. Tidaklah bisa diraih ilmu ini kecuali setelah mencapai tingkatan ma’rifat melalui latihan-latihan, amalan-amalan, ataupun dzikir-dzikir tertentu.
Kaum sufi telah memproklamirkan keistimewaan ilmu laduni. Ia merupakan ilmu yang paling agung dan puncak dari segala ilmu. Dengan mujahadah, pembersihan dan pensucian hati akan terpancar nur dari hatinya, sehingga tersibaklah seluruh rahasia-rahasia alam ghaib bahkan bisa berkomunikasi langsung dengan Allah, para Rasul dan ruh-ruh yang lainnya, termasuk nabi Khidhir. Tidaklah bisa diraih ilmu ini kecuali setelah mencapai tingkatan ma’rifat melalui latihan-latihan, amalan-amalan, ataupun dzikir-dzikir tertentu.
Ini bukan suatu wacana atau tuduhan semata, tapi terucap
dari lisan tokoh-tokoh tenar kaum sufi, seperti Al Junaidi, Abu Yazid Al
Busthami, Ibnu Arabi, Al Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainnya yang
terdapat dalam karya-karya tulis mereka sendiri.
1. Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin 1/11-12 berkata: “Ilmu kasyaf adalah tersingkapnya tirai penutup, sehingga kebenaran dalam setiap perkara dapat terlihat jelas seperti menyaksikan langsung dengan mata kepala … inilah ilmu-ilmu yang tidak tertulis dalam kitab-kitab dan tidak dibahas … “. Dia juga berkata: “Awal dari tarekat, dimulai dengan mukasyafah dan musyahadah, sampai dalam keadaan terjaga (sadar) bisa menyaksikan atau berhadapan langsung dengan malaikat-malaikat dan juga ruh-ruh para Nabi dan mendengar langsung suara-suara mereka bahkan mereka dapat langsung mengambil ilmu-ilmu dari mereka”. (Jamharatul Auliya’: 155)
2. Abu Yazid Al Busthami berkata: “Kalian mengambil ilmu dari orang-orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Orang seperti kami berkata: “Hatiku telah menceritakan kepadaku dari Rabbku”. (Al Mizan: 1/28)
3. Ibnu Arabi berkata: “Ulama syariat mengambil ilmu mereka dari generasi terdahulu sampai hari kimat. Semakin hari ilmu mereka semakin jauh dari nasab. Para wali mengambil ilmu mereka langsung dari Allah yang dihujamkan ke dalam dada-dada mereka.” (Rasa’il Ibnu Arabi hal. 4)
Dedengkot wihdatul wujud ini juga berkata: “Sesungguhnya seseorang tidak akan sempurna kedudukan ilmunya sampai ilmunya berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla secara langsung tanpa melalui perantara, baik dari penukilan ataupun dari gurunya. Sekiranya ilmu tadi diambil melalui penukilan atau seorang guru, maka tidaklah kosong dari sistim belajar model tersebut dari penambahan-penambahan. Ini merupakan aib bagi Allah ‘Azza wa Jalla – sampai dia berkata – maka tidak ada ilmu melainkan dari ilmu kasyaf dan ilmu syuhud bukan dari hasil pembahasan, pemikiran, dugaan ataupun taksiran belaka”.
Ilmu Laduni Dan Dampak Negatifnya Terhadap Umat
Kaum sufi dengan ilmu laduninya memiliki peran sangat besar dalam merusak agama Islam yang mulia ini. Dengannya bermunculan akidah-akidah kufur –seperti diatas – dan juga amalan-amalan bid’ah. Selain dari itu, mereka secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam kasus pembodohan umat. Karena menuntut ilmu syar’i merupakan pantangan besar bagi kaum sufi. Berkata Al Junaidi: “Saya anjurkan kepada kaum sufi supaya tidak membaca dan tidak menulis, karena dengan begitu ia bisa lebih memusatkan hatinya. (Quutul Qulub 3/135)
1. Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin 1/11-12 berkata: “Ilmu kasyaf adalah tersingkapnya tirai penutup, sehingga kebenaran dalam setiap perkara dapat terlihat jelas seperti menyaksikan langsung dengan mata kepala … inilah ilmu-ilmu yang tidak tertulis dalam kitab-kitab dan tidak dibahas … “. Dia juga berkata: “Awal dari tarekat, dimulai dengan mukasyafah dan musyahadah, sampai dalam keadaan terjaga (sadar) bisa menyaksikan atau berhadapan langsung dengan malaikat-malaikat dan juga ruh-ruh para Nabi dan mendengar langsung suara-suara mereka bahkan mereka dapat langsung mengambil ilmu-ilmu dari mereka”. (Jamharatul Auliya’: 155)
2. Abu Yazid Al Busthami berkata: “Kalian mengambil ilmu dari orang-orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Orang seperti kami berkata: “Hatiku telah menceritakan kepadaku dari Rabbku”. (Al Mizan: 1/28)
3. Ibnu Arabi berkata: “Ulama syariat mengambil ilmu mereka dari generasi terdahulu sampai hari kimat. Semakin hari ilmu mereka semakin jauh dari nasab. Para wali mengambil ilmu mereka langsung dari Allah yang dihujamkan ke dalam dada-dada mereka.” (Rasa’il Ibnu Arabi hal. 4)
Dedengkot wihdatul wujud ini juga berkata: “Sesungguhnya seseorang tidak akan sempurna kedudukan ilmunya sampai ilmunya berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla secara langsung tanpa melalui perantara, baik dari penukilan ataupun dari gurunya. Sekiranya ilmu tadi diambil melalui penukilan atau seorang guru, maka tidaklah kosong dari sistim belajar model tersebut dari penambahan-penambahan. Ini merupakan aib bagi Allah ‘Azza wa Jalla – sampai dia berkata – maka tidak ada ilmu melainkan dari ilmu kasyaf dan ilmu syuhud bukan dari hasil pembahasan, pemikiran, dugaan ataupun taksiran belaka”.
Ilmu Laduni Dan Dampak Negatifnya Terhadap Umat
Kaum sufi dengan ilmu laduninya memiliki peran sangat besar dalam merusak agama Islam yang mulia ini. Dengannya bermunculan akidah-akidah kufur –seperti diatas – dan juga amalan-amalan bid’ah. Selain dari itu, mereka secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam kasus pembodohan umat. Karena menuntut ilmu syar’i merupakan pantangan besar bagi kaum sufi. Berkata Al Junaidi: “Saya anjurkan kepada kaum sufi supaya tidak membaca dan tidak menulis, karena dengan begitu ia bisa lebih memusatkan hatinya. (Quutul Qulub 3/135)
Abu Sulaiman Ad Daraani berkata: “Jika seseorang menuntut
ilmu hadits atau bersafar mencari nafkah atau menikah berarti ia telah condong
kepada dunia”. (Al Futuhaat Al Makiyah 1/37)
Berkata Ibnul Jauzi: “Seorang guru sufi ketika melihat
muridnya memegang pena. Ia berkata: “Engkau telah merusak kehormatanmu.”
(Tablis Iblis hal. 370)
Oleh karena itu Al Imam Asy Syafi’i berkata: “Ajaran tasawuf itu dibangun atas dasar rasa malas.” (Tablis Iblis:309)
Oleh karena itu Al Imam Asy Syafi’i berkata: “Ajaran tasawuf itu dibangun atas dasar rasa malas.” (Tablis Iblis:309)
Tak sekedar melakukan tindakan pembodahan umat, merekapun
telah jatuh dalam pengkebirian umat. Dengan membagi umat manusia menjadi tiga
kasta yaitu: syariat, hakekat, dan ma’rifat, seperti Sidarta Budha Gautama
membagi manusia menjadi empat kasta. Sehingga seseorang yang masih pada
tingkatan syari’at tidak boleh baginya menilai atau mengkritik seseorang yang
telah mencapai tingkatan ma’rifat atau hakekat.
Syubhat-Syubhat Kaum Sufi Dan Bantahannya
1. Kata laduni mereka petik dari ayat Allah yang berbunyi:
æóÚóáóãøóäóÇåõ ãöäú áóÏõäøóÇ ÚöáúãðÇ
“Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu”. (Al Kahfi: 65)
Mereka memahami dari ayat ini adanya ilmu laduni sebagaimana yang Allah anugerahkan ilmu tersebut kepada Nabi Khidhir. Lebih anehnya mereka meyakini pula bahwa Nabi Khidhir hidup sampai sekarang dan membuka majlis-majlis ta’lim bagi orang-orang khusus (ma’rifat).
1. Kata laduni mereka petik dari ayat Allah yang berbunyi:
æóÚóáóãøóäóÇåõ ãöäú áóÏõäøóÇ ÚöáúãðÇ
“Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu”. (Al Kahfi: 65)
Mereka memahami dari ayat ini adanya ilmu laduni sebagaimana yang Allah anugerahkan ilmu tersebut kepada Nabi Khidhir. Lebih anehnya mereka meyakini pula bahwa Nabi Khidhir hidup sampai sekarang dan membuka majlis-majlis ta’lim bagi orang-orang khusus (ma’rifat).
Telah menjadi ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum muslimin,
wajibnya beriman kepada nabi-nabi Allah tanpa membedakan satu dengan yang
lainnya dan mereka diutus khusus kepada kaumnya masing-masing. Nabi Khidhir
diutus untuk kaumnya dan syari’at Nabi Khidhir bukanlah syari’at bagi umat
Muhammad. Rasulullah bersabda:
ßóÇäó ÇáäøóÈöíøõ íõÈúÚóËõ Åöáóì Þóæúãöåö ÎóÇÕøóÉð æóÈõÚöËúÊõ Åöáóì ÇáäøóÇÓö ÚóÇãøóÉð
“Nabi yang terdahulu diutus khusus kepada kaumnya sendiri dan aku diutus kepada seluruh umat manusia” (Muttafaqun ‘alaihi)
ßóÇäó ÇáäøóÈöíøõ íõÈúÚóËõ Åöáóì Þóæúãöåö ÎóÇÕøóÉð æóÈõÚöËúÊõ Åöáóì ÇáäøóÇÓö ÚóÇãøóÉð
“Nabi yang terdahulu diutus khusus kepada kaumnya sendiri dan aku diutus kepada seluruh umat manusia” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allah berfirman:
æóãóÇ ÃóÑúÓóáúäóÇßó ÅöáÇøó ßóÇÝøóÉð áöáäøóÇÓö ÈóÔöíÑðÇ æóäóÐöíÑðÇ æóáóßöäøó ÃóßúËóÑó ÇáäøóÇÓö áÇó íóÚúáóãõæäó
“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan peringatan”. (As Saba’: 28)
Adapun keyakinan bahwa Nabi Khidhir masih hidup dan terus memberikan ta’lim kepada orang-orang khusus, maka bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Allah berfirman:
æóãóÇ ÌóÚóáúäóÇ áöÈóÔóÑò ãöäú ÞóÈúáößó ÇáúÎõáúÏó ÃóÝóÅöäú ãöÊøó Ýóåõãõ ÇáúÎóÇáöÏõæäó
(artinya) “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). (Al Anbiya’: 34)
Rasulullah bersabda:
ãóÇ ãöäú ãóäúÝõæúÓóÉò Çáíóæúãó ÊóÃúÊöíú ÚóáóíúåóÇ ãöÇÆóÉõ ÓóäóÉò æóåöíó íóæúãóÆöÐò ÍóíøóÉñ
“Tidak satu jiwapun hari ini yang akan bertahan hidup setelah seratus tahun kedepan”. (H.R At Tirmidzi dan Ahmad)
æóãóÇ ÃóÑúÓóáúäóÇßó ÅöáÇøó ßóÇÝøóÉð áöáäøóÇÓö ÈóÔöíÑðÇ æóäóÐöíÑðÇ æóáóßöäøó ÃóßúËóÑó ÇáäøóÇÓö áÇó íóÚúáóãõæäó
“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan peringatan”. (As Saba’: 28)
Adapun keyakinan bahwa Nabi Khidhir masih hidup dan terus memberikan ta’lim kepada orang-orang khusus, maka bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Allah berfirman:
æóãóÇ ÌóÚóáúäóÇ áöÈóÔóÑò ãöäú ÞóÈúáößó ÇáúÎõáúÏó ÃóÝóÅöäú ãöÊøó Ýóåõãõ ÇáúÎóÇáöÏõæäó
(artinya) “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). (Al Anbiya’: 34)
Rasulullah bersabda:
ãóÇ ãöäú ãóäúÝõæúÓóÉò Çáíóæúãó ÊóÃúÊöíú ÚóáóíúåóÇ ãöÇÆóÉõ ÓóäóÉò æóåöíó íóæúãóÆöÐò ÍóíøóÉñ
“Tidak satu jiwapun hari ini yang akan bertahan hidup setelah seratus tahun kedepan”. (H.R At Tirmidzi dan Ahmad)
Adapun keyakinan kaum sufi bahwa seseorang yang sudah
mencapai ilmu kasyaf, akan tersingkap baginya rahasia-rahasia alam ghaib.
Dengan cahaya hatinya, ia bisa berkomunikasi dengan Allah, para Rasul,
malaikat, ataupun wali-wali Allah. Pada tingkatan musyahadah, ia dapat
berinteraksi langsung tanpa adanya pembatas apapun.
Cukup dengan pengakuannya mengetahui ilmu ghaib, sudah bisa dikatakan ia sebagai seorang pendusta. Rasul Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah seorang yang paling mulia dari seluruh makhluk Allah, namun Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam tidaklah mengetahui ilmu ghaib kecuali apa yang telah diwahyukan kepadanya.
Þõáú Åöäú ÃóÏúÑöí ÃóÞóÑöíÈñ ãóÇ ÊõæÚóÏõæäó Ãóãú íóÌúÚóáõ áóåõ ÑóÈøöí ÃóãóÏðÇ ﴿٢٥﴾ ÚóÇáöãõ ÇáúÛóíúÈö ÝóáÇó íõÙúåöÑõ Úóáóì ÛóíúÈöåö ÃóÍóÏðÇ
“Dia (Allah) yang mengetahui ilmu ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan seseorangpun tentang yang ghaib kecuali dari para rasul yang diridhai-Nya”. (Al Jin: 25-26)
Cukup dengan pengakuannya mengetahui ilmu ghaib, sudah bisa dikatakan ia sebagai seorang pendusta. Rasul Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah seorang yang paling mulia dari seluruh makhluk Allah, namun Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam tidaklah mengetahui ilmu ghaib kecuali apa yang telah diwahyukan kepadanya.
Þõáú Åöäú ÃóÏúÑöí ÃóÞóÑöíÈñ ãóÇ ÊõæÚóÏõæäó Ãóãú íóÌúÚóáõ áóåõ ÑóÈøöí ÃóãóÏðÇ ﴿٢٥﴾ ÚóÇáöãõ ÇáúÛóíúÈö ÝóáÇó íõÙúåöÑõ Úóáóì ÛóíúÈöåö ÃóÍóÏðÇ
“Dia (Allah) yang mengetahui ilmu ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan seseorangpun tentang yang ghaib kecuali dari para rasul yang diridhai-Nya”. (Al Jin: 25-26)
Apalagi mengaku dapat berkomunikasi dengan Allah atau para
arwah yang ghaib baik lewat suara hatinya atau berhubungan langsung tanpa
adanya pembatas adalah kedustaan yang paling dusta. Akal sehat dan fitrah suci
pasti menolaknya sambil berkata: “Tidaklah muncul omongan seperti itu kecuali
dari orang stres saja”. Kalau ada yang bertanya, lalu suara dari mana itu? Dan
siapa yang diajak bicara? Kita jawab, maha benar Allah dari segala firman-Nya:
åóáú ÃõäóÈøöÆõßõãú Úóáóì ãóäú ÊóäóÒøóáõ ÇáÔøóíóÇØöíäõ ﴿٢٢١﴾ ÊóäóÒøóáõ Úóáóì ßõáøö ÃóÝøóÇßò ÃóËöíãò ﴿٢٢٢﴾ íõáúÞõæäó ÇáÓøóãúÚó æóÃóßúËóÑõåõãú ßóÇÐöÈõæäó ﴿٢٢۳﴾
“Apakah akan Aku beritakan, kepada siapa syaithan-syaithan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithan) itu, dan kebanyakan mereka orang-orang pendusta”. (Asy Syu’ara: 221-223)
åóáú ÃõäóÈøöÆõßõãú Úóáóì ãóäú ÊóäóÒøóáõ ÇáÔøóíóÇØöíäõ ﴿٢٢١﴾ ÊóäóÒøóáõ Úóáóì ßõáøö ÃóÝøóÇßò ÃóËöíãò ﴿٢٢٢﴾ íõáúÞõæäó ÇáÓøóãúÚó æóÃóßúËóÑõåõãú ßóÇÐöÈõæäó ﴿٢٢۳﴾
“Apakah akan Aku beritakan, kepada siapa syaithan-syaithan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithan) itu, dan kebanyakan mereka orang-orang pendusta”. (Asy Syu’ara: 221-223)
2. Sebagian kaum sufi berkilah dengan pernyataannya bahwa
ilmu laduni (Al Kasyaf) merupakan ilham dari Allah (yang diistilahkan wangsit).
Dengan dalih hadits Nabi Muhammad:
Åöäøóåõ ÞóÏú ßóÇäó ÞóÈúáóßõãú Ýöíú ÇáÃóãóãö ãõÍóÏøóËõæúäó ÝóÅöäú íóßóäú Ýöíú ÃõãøóÊöí ÃóÍóÏñ ÝóÚõãóÑ
“Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Åöäøóåõ ÞóÏú ßóÇäó ÞóÈúáóßõãú Ýöíú ÇáÃóãóãö ãõÍóÏøóËõæúäó ÝóÅöäú íóßóäú Ýöíú ÃõãøóÊöí ÃóÍóÏñ ÝóÚõãóÑ
“Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadits ini sama sekali tidak bisa dijadikan hujjah bagi
mereka. Makna dhohir hadits ini, menunjukkan keberadaan ilham itu dibatasi
dengan huruf syarat (kalaulah ada). Maksudnya, kalaupun ada pada umat ini,
pastilah orang yang mendapatkan ilham adalah Umar Ibnul Khathab. Sehingga
beliau digelari al mulham (orang yang mendapatkan ilham). Dan bukan menunjukkan
dianjurkannya cari wangsit, seperti petuah tokoh-tokoh tua kaum sufi. Bagaimana
mereka bisa memastikan bisikan-bisikan dalam hati itu adalah ilham? Sementara
mereka menjauhkan dari majlis-majlis ilmu yang dengan ilmu syar’i inilah sebagai
pemisah antara kebenaran dengan kebatilan.
Mereka berkilah lagi: “Ini bukan bisikan-bisikan syaithan,
tapi ilmu laduni ini merubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang
mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya
Allah”. (H.R At Tirmidzi)
Hadits ini dho’if (lemah), sehingga tidak boleh diamalkan. Karena ada seorang perawi yang bernama Athiyah Al Aufi. Selain dia seorang perawi yang dho’if, diapun suka melakukan tadlis (penyamaran hadits).
Hadits ini dho’if (lemah), sehingga tidak boleh diamalkan. Karena ada seorang perawi yang bernama Athiyah Al Aufi. Selain dia seorang perawi yang dho’if, diapun suka melakukan tadlis (penyamaran hadits).
Singkatnya, ilham tidaklah bisa mengganti ilmu naqli (Al
Qur’an dan As Sunnah), lebih lagi sekedar firasat. Ditambah dengan adanya
keyakinan-keyakinan batil yang ada pada mereka seperti mengaku mengetahui alam
ghaib, merupakan bukti kedustaan diatas kedustaan. Berarti, yang ada pada kaum
sufi dengan ilmu laduninya, bukanlah suatu ilham melainkan bisikan-bisikan
syaithan atau firasat rusak yang bersumber dari hawa nafsu semata. Disana masih
banyak syubhat-syubhat mereka, tapi laksana sarang laba-laba, dengan fitrah
sucipun bisa meruntuhkan dan membantahnya.
Hadits-Hadits Dho’if Dan Palsu Yang Tersebar Di Kalangan
Umat
Hadits Ali bin Abi Thalib:
Úöáúãõ ÇáúÈóÇØöäö ÓöÑøñ ãöäú ÃóÓúÑóÇÑö Çááåö ÚóÒøó æóÌóáøó ¡ æóÍõßúãñ ãöäú ÃóÍúßóÇãö Çááåö ¡ íóÞúÐöÝõåõ Ýöíú ÞõáõæúÈö ãóäú íóÔóÇÁó ãöäú ÚöÈóÇÏöåö
“Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah ‘Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya”.
Úöáúãõ ÇáúÈóÇØöäö ÓöÑøñ ãöäú ÃóÓúÑóÇÑö Çááåö ÚóÒøó æóÌóáøó ¡ æóÍõßúãñ ãöäú ÃóÍúßóÇãö Çááåö ¡ íóÞúÐöÝõåõ Ýöíú ÞõáõæúÈö ãóäú íóÔóÇÁó ãöäú ÚöÈóÇÏöåö
“Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah ‘Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya”.
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitab Al Wahiyaat 1/74, beliau berkata: “Hadits ini tidak shahih dan secara mayoritas para perawinya tidak dikenal”. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “Ini adalah hadits batil”. Asy Syaikh Al Albani menegaskan bahwa hadits ini palsu. (Lihat Silsilah Adh Dha’ifah no 1227)
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitab Al Wahiyaat 1/74, beliau berkata: “Hadits ini tidak shahih dan secara mayoritas para perawinya tidak dikenal”. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “Ini adalah hadits batil”. Asy Syaikh Al Albani menegaskan bahwa hadits ini palsu. (Lihat Silsilah Adh Dha’ifah no 1227)
(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 31/II/I/1425,
diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli “Tasawuf Dan Ilmu Laduni”.
Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)
hanya orang yang terpilih oleh Allahu SWT untuk dia berma'rifat kepadanya. orang yang berma'rifat dia tidak meninggalkan syari'at karena menjadi satu bagian, ilmu syariat sedikit teori banyak praktik, tetapi thoriqoh, hakikat dan ma'rifat banyak teori sedikit praktik. kita tidak bisa mengukur kesalahan atau kebenaran seseorang secara mutlak hanya Allahu SWT yang mempunyai hak atas itu. semoga bermanfaat ilmu yang kita dapatkan amiin
BalasHapus