Beberapa Cara Shalat Malam
> yang dikerjakan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
>
> Untuk melengkapi pembahasan ini kami nukilkan keterangan Syaikh Al-Albani
> (terjemahan) yang berjudul Kelemahan Riwayat Tarawih 20 Rakaat, penerbit
> DATANS, Bangil (pen.)
>
> Dari hadits-hadits dan riwayat yang ada dapat disimpulkan bahwa Nabi
> shallallahu `alaihi wa sallam mengerjakan shalat malam dan witir lengkap
> berbagai cara:
>
> 1. Shalat 13 rakaat dan dimulai dengan 2 rakaat yang ringan.
>
> Berkenaan dengan ini ada beberapa riwayat:
> a. Hadits Zaid bin Khalid al-Juhani bahwasanya berkata: "Aku perhatikan
> shalat malam Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Yaitu (ia) shalat
dua
> rakaat yang ringan, kemudian ia shalat dua rakaat yang panjang sekali.
> Kemudian shalat dua rakaat, dan dua rakaat ini tidak sepanjang dua rakaat
> sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat
> sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat
> sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat
> sebelumnya), kemudian witir satu rakaat, yang demikian adalah tiga belas
> rakaat." (Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu
> Nashr)
>
> b. Hadits Ibnu Abbas, ia berkata: "Saya pernah bermalam di kediaman
> Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam suatu malam, waktu itu beliau di
> rumah Maimunah radliyallahu anha. Beliau bangun dan waktu itu telah habis
> dua pertiga atau setengah malam, kemudian beliau pergi ke tempat yang ada
> padanya air, aku ikut berwudlu bersamanya, kemudian beliau berdiri dan aku
> berdiri di sebelah kirinya maka beliau pindahkan aku ke sebelah kanannya.
> Kemudian meletakkan tangannya di atas kepalaku seakan-akan beliau memegang
> telingaku, seakan-akan membangunkanku, kemudian beliau shalat dua rakaat
> yang ringan. Beliau membaca Ummul Qur'an pada kedua rakaat itu, kemudian
> beliau memberi salam kemudian beliau shalat hingga sebelas rakaat dengan
> witir, kemudian tidur. Bilal datang dan berkata: Shalat Ya Rasulullah!
Maka
> beliau bangun dan shalat dua rakaat, kemudian shalat mengimami
orang-orang.
> (HR. Abu Dawud dan Abu 'Awanah dalam kitab Shahihnya. Dan asalnya di
> Shahihain)
>
> Ibnul Qayim juga menyebutkan hadits ini di Zadul Ma`ad 1:121 tetapi Ibnu
> Abbas tidak menyebut bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
memulai
> shalatnya dengan dua rakaat yang ringan sebagaimana yang disebutkan
Aisyah.
>
> c. Hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa
> sallam apabila bangun malam, memulai shalatnya dengan dua rakaat yang
> ringan, kemudian shalat delapan kemudian berwitir. Pada lafadh lain:
Adalah
> Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat Isya, kemudian menambah
> dengan dua rakaat, aku telah siapkan siwak dan air wudhunya dan berwudlu
> kemudian shalat dua rakaat, kemudian bangkit dan shalat delapan rakaat,
> beliau menyamakan bacaan antara rakaat-rakaat itu, kemudian berwitir pada
> rakaat yang ke sembilan. Ketika Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
> sudah berusia lanjut dan gemuk, beliau jadikan yang delapan rakaat itu
> menjadi enam rakaat kemudian ia berwitir pada rakaat yang ketujuh,
kemudian
> beliau shalat dua rakaat dengan duduk, beliau membaca pada dua rakaat itu
> "Qul ya ayyuhal kafirun" dan "Idza zulzilat."
>
> Penjelasan.
> Dikeluarkan oleh Thahawi 1/156 dengan dua sanad yang shahih. Bagian
pertama
> dari lafadh yang pertama juga dikeluarkan oleh Muslim 11/184; Abu Awanah
> 1/304, semuanya diriwayatkan melalui jalan Hasan Al-Bashri dengan
mu`an`an,
> tetapi Nasai meriwayatkannya (1:250) dan juga Ahmad V:168 dengan tahdits.
> Lafadh kedua ini menurut Thahawi jelas menunjukan bahwa jumlah rakaatnya
13,
> ini menunjukan bahwa perkataannya di lafadh yang pertama "kemudian ia
> berwitir" maksudnya tiga rakaat. Memahami seperti ini gunanya agar tidak
> timbul perbedaan jumlah rakaat antara riwayat Ibnu Abbas dan Aisyah.
> Kalau kita perhatikan lafadh kedua, maka di sana Aisyah menyebutkan dua
> rakaat yang ringan setelah shalat Isya'nya, tetapi tidak menyebutkan
adanya
> shalat ba'diyah Isya. Ini mendukung kesimpulan penulis di uraian terdahulu
> bahwa dua rakaat yang ringan itu adalah sunah ba`diyah Isya.
>
> 2. Shalat 13 rakaat, yaitu 8 rakaat (memberi salam setiap dua rakaat)
> ditambah lima rakaat witir, yang tidak duduk kecuali pada rakaat terakhir.
>
> Tentang ini ada riwayat dari Aisyah sebagai berikut: Adalah Rasulullah
> shallallahu `alaihi wa sallam tidur, ketika bangun beliau bersiwak
kemudian
> berwudhu, kemudian shalat delapan rakat, duduk setiap dua rakaat dan
memberi
> salam, kemudian berwitir dengan lima rakaat, tidak duduk kecuali ada
rakaat
> kelima, dan tidak memberi salam kecuali pada rakaat yang kelima. Maka
ketika
> muadzin beradzan, beliau bangkit dan shalat dua rakaat yang ringan.
>
> Penjelasan
> Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad II:123, 130, sanadnya shahih menurut
> persyaratan Bukhari dan Muslim. Dikeluarkan juga oleh Muslim II:166; Abu
> Awanah II:325, Abu Daud 1:210; Tirmidzi II:321 dan beliau mengesahkannya.
> Juga oleh Ad-Daarimi 1:371, Ibnu Nashr pada halaman 120-121; Baihaqi
III:27;
> Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla III:42-43.
> Semua mereka ini meriwayatkan dengan singkat, tidak disebut padanya
tentang
> memberi salam pada tiap dua rakaat, sedangkan Syafi'i 1:1/109,
At-Thayalisi
> 1:120 dan Hakim 1:305 hanya meriwayatkan tentang witir lima rakaat saja.
> Hadits ini juga mempunyai syahid dari Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Abu
> Dawud 1:214 daan Baihaqi III:29, sanad keduanya shahih.
> Kalau kita lihat sepintas lalu, seakan-akan riwayat Ahmad ini bertentangan
> dengan riwayat Aisyah yang membatas bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi
wa
> sallam tidak pernah mengerjakan lebih dari sebelas rakaat, sebab pada
> riwayat ini jumlah yang dikerjakan Nabi shallallahu `alaihi wa sallam
adalah
> 13 rakaat + 2 rakaat qabliyah Shubuh.
> Tetapi sebenarnya kedua riwayat ini tidak bertentangan dan dapat dijama'
> seperti pad uraian yang lalu. Kesimpulannya dari 13 rakaat itu, masuk di
> dalamnya 2 rakaat Iftitah atau 2 rakaat ba'diyah Isya.
>
> 3. Shalat 11 rakaat dengan memberi salam setiap dua rakaat dan berwitir 1
> rakaat.
>
> Dasarnya hadits Aisyah berikut ini: "Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi
> wa sallam shalat pada waktu antara selesai shalat Isya, biasa juga orang
> menamakan shalat 'atamah hingga waktu fajar, sebanyak 11 rakaat, beliau
> memberi salam setiap dua rakaat dan berwitir satu rakaat, beliau berhenti
> pada waktu sujudnya selama seseorang membaca 50 ayat sebelum mengangkat
> kepalanya".
>
> Penjelasan:
> Diriwayatkan oleh Muslim II:155 dan Abu Awanah II:326; Abu Dawud I:209;
> Thahawi I:167; Ahmad II:215, 248. Abu Awanah dan Muslim juga meriwayatkan
> dari hadits Ibnu Umar, sedangkan Abu Awanah juga dari Ibnu Abbas.
> Mendukung riwayat ini adalah Ibnu Umar juga: Bahwa seorang laki-laki
> bertanya kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tentang shalat
> malam, maka sabdanya: Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Kalau
> seseorang daripada kamu khawatir masuk waktu Shubuh, cukup dia shalat satu
> rakaat guna menggajilkan jumlah rakaat yang ia telah kerjakan.
>
> Riwayat Malik I:144, Abu Awanah II:330-331, Bukhari II:382,385,
> MuslimII:172. Ia menambahkan (Abu Awanah): "Maka Ibnu Umar ditanya: Apa
yang
> dimaksud dua rakaat - dua rakaat itu? Ia menjawab: Bahwasanya memberi
salam
> di tiap dua rakaat."
>
> 4. Shalat 11 rakaat yaitu dengan 4 rakaat satu salam, empat rakaat salam
> lagi, kemudian tiga rakaat.
>
> Haditsnya adalah riwayat Bukhari Muslim sebagaimana disebutkan terdahulu.
> Menurut dhahir haditsnya, beliau duduk di tiap-tiap dua rakaat tetapi
tidak
> memberi salam, demikianlah penafsiran Imam Nawawi.
> Yang seperti ini telah diriwayatkan dalam beberapa hadits dari Aisyah
> bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak memberi salam
> antara dua rakaat dan witir, namun riwayat-riwayat itu lemah, demikianlah
> yang disebutkan oleh Al-Hafidh Ibnu Nashr, Baihaqi dan Nawawi.
>
> 5. Shalat 11 rakaat dengan perincian 8 rakaat yang belaiu tidak duduk
> kecuali pada rakaat kedelapan tersebut, maka beliau bertasyahud dan
> bershalawat atas Nabi, kemudian bangkit dan tidak memberi salam,
selanjutnya
> beliau witir satu rakaat, kemudian memberi salam.
>
> Dasarnya adalah hadits Aisyah radliallahu `anha, diriwayatkan oleh Sa'ad
bin
> Hisyam bin Amir. Bahwasanya ia mendatangi Ibnu Abbas dan menanyakan
> kepadanya tentang witir Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam maka Ibnu
> Abbas berkata: Maukah aku tunjukan kepada kamu orang yang paling
mengetahui
> dari seluruh penduduk bumi tentang witirnya Rasulullah shallallahu `alaihi
> wa sallam: Ia bertanya siapa dia? Ia berkata: Aisyah radlillahu anha, maka
> datangilah ia dan tanya kepadanya: Maka aku pergi kepadnya, ia berkata:
Aku
> bertanya; Hai Ummul mukminin khabarkan kepadaku tentang witir Rasulullah
> shallallahu `alaihi wa sallam, Ia menjawab: Kami biasa menyiapkan siwak
dan
> air wudlunya, maka ia bersiwak dan berwudlu dan shalat sembilan rakaat
tidak
> duduk padanya kecuali pada rakaat yang kedelapan, maka ia mengingat Allah
> dan memuji-Nya dan bershalawat kepada nabi-Nya dan berdoa, kemudian
bangkit
> dan tidak memberi salam, kemudian berdiri dan shalat (rakaat) yang
> kesembilan, kemudian belaiu duduk dan mengingat Allah dan memujinya
> (attahiyat) dan bershalawat atas nabi-Nya shallallahu `alaihi wa sallam
dan
> berdoa, kemudian memberi salam dengan salam yang diperdengarkan kepada
kami,
> kemudian shalat dua rakat setelah beliau memberi salam, dan beliau dalam
> keadaan duduk, maka yang demikian jumlahnya sebelas wahai anakku, maka
> ketika Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menjadi gemuk, beliau berwitir
> tujuh rakaat, beliau mengerjakan di dua rakaat sebagaimana yang beliau
> kerjakan (dengan duduk). Yang demikian jumlahnya sembilan rakaat wahai
> anakku.
>
> Penjelasan
> Diriwayatkan oleh Muslim II:169-170, Abu Awanah II:321-325, Abu Dawud
> I:210-211, Nasai I/244-250, Ibnu Nashr halaman 49, Baihaqi III:30 dan
Ahmad
> VI:53,54,168.
>
> 6. Shalat 9 rakaat, dari jumlah ini, 6 rakaat beliau kerjakan tanpa duduk
> (attahiyat) kecuali pada rakaat yang keenam tersebut, beliau bertasyahud
dan
> bershalawat atas Nabi shallallahu `alaihi wa sallam kemudian beliau
bangkit
> dan tidak memberi salam sedangkan beliau dalam keadaan duduk.
>
> Yang menjadi dasar adalah hadits Aisyah radiyallahu anha seperti telah
> disebutkan pada cara yang kelima.
> Itulah cara-cara shalat malam dan witir yng pernah dikerjakan rasulullah,
> cara yang lain dari itu bisa juga ditambahkan yang penting tidak melebihi
> sebelas rakaat. Adapun kurang dari jumlah itu tidak dianggap menyalahi
> karena yang demikian memang dibolehkan, bahkan berwitir satu rakaatpun
juga
> boleh sebagaimana sabdanya yang lalu:
> ....Maka barang siapa ingin maka ia boleh berwitir 5 rakaat, dan
barangsiapa
> ingin ia boleh berwitir 3 rakaat, dan barangsiapa ingin a boleh berwitir
> dengan satu rakaat."
>
> Hadits di atas merupakan nash boleh ia berwitir dengan salah saatu dari
> rakaat-rakaat tersebut, hanya saja seperti yang dinyatakan hadits Aisyah
> bahwasaya beliau tidk berwitir kurang dari 7 rakaat.
>
> Tentang witir yang lima rakaat dan tiga rakaat dapat dilakukan dengan
> berbagai cara:
> a. Dengan sekali duduk dan sekali salam
> b. Duduk attahiyat setiap dua rakaat
> c. Memberi salam setiap dua rakaat
>
> Al-Hafidh Muhammad bin Nashr al-Maruzi dalam kitab Qiyamul Lail halaman
119
> mengatakan:
> Cara yang kami pilih untuk mengerjakan shalat malam, baik Ramadlan atau
> lainnya adalah dengan memberi salam setiap dua rakaat. Kalau seorang ingin
> mengerjakan tiga rakaat, maka di rakaat pertama hendaknya membaca surah
> "Sabbihisma Rabbikal A'la" dan pada rakaat kedua membaca surah
"Al-Kafirun",
> dan bertasyahud dirakaat kedua kemudian memberi salam. Selanjutya bangkit
> lagi dan shalat satu rakaat, pada rakaat ini dibaca Al-Fatihah dan
> Al-Ikhlash, Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas), setelah itu beliau
> (Muhammad bin Nashr) menyebutkan cara-cara yang telah diuraikan terdahulu.
>
> Semua cara-cara tersebut boleh dilakukan, hanya saja kami pilih cara yang
> disebutkan di atas karen didasarkan pada jawaban Nabi shallallahu `alaihi
wa
> sallam ketika beliau ditanya tentang shalat malam, maka beliau menjawab:
> bahwa shalat malam itu dua rakaat dua rakaat, jadi kami memilih cara
seperti
> yang beliau pilih.
>
> Adapun tentang witir yang tiga rakaat, tidak kami dapatkan keterangan yang
> pasti dan terperinci dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bahwasanya
> beliau tidak memberi salam kecuali pada rakat yang ketiga, seperti yang
> disebutkan tentang Witir lima rakaat, tujuh dan sembilan rakaat. Yang kami
> dapati adalah bahw beliau berwitir tiga rakaat dengan tidak disebutkan
> tentang salam sedangkan tidak disebutkan itu tidak dapat diartikan bahwa
> beliau tidak mengerjakan, bahkan mungkin beliau melakukannya.
>
> Yang jelas tentang pelaksanaan yang tiga rakaat ini mengandung beberapa
> ihtimaalat (kemungkinan), diantaranya kemungkinan beliau justru memberi
> salam, karena demikialah yang kami tafsirkan dari shalat beliau yang
sepuluh
> rakaat, meskipun di sana tidak diceritakan tentang adanya salam setiap dua
> rakaat, tapi berdasar keumuman sabdanya bahwa asal shalat malam atau siang
> itu adalah dua rakaat, dua rakaat.
>
> Sedangkan hadits Ubai bin Ka'ab yang sering dijadikan dasar tidak adanya
> salam kecuali pada rakaat yang ketiga (laa yusallimu illa fii
akhirihinna),
> ternyata tambahan ini tidak dapat dipakai, karena Abdul Aziz bin Khalid
> bersendiri dengan tambahan tersebut, sedangkan Abdul Aziz ini, tidak
> dianggap tsiqah oleh ulama Hadits. Dalam at-Taqrib dinyatakan bahwa dia
> maqbul apabila ada mutaba'ah (hadits lain yang mengiringi), kalau tidak ia
> termasuk Layyinul Hadits. Di samping itu tambahan riwayatnya menyalahi
> riwayat dari Sa'id bin Abi Urubah yang tanpa tambahan tersebut. Ibnu
Nashr,
> Nasai dan Daruqutni juga meriwayatkan tanpa tambahan. Dengan ini, jelas
> bahwa tambahan tersebut adalah munkar dan tidak dapat dijadikan hujjah.
>
> Tapi walaupun demikian diriwayatkan bahwa shahabat-shahabat Nabi
shallallahu
> `alaihi wa sallam mengerjakan witir tiga rakaat dengan tanpa memberi salam
> kecuali pada rakaat yang terakhir dan ittiba' kepada mereka ini lebih baik
> baik daripada mengerjakan yang tidak dicontohkan.
>
> Dari sisi lain perlu juga diketengahkan bahwa terdapat banyak riwayat baik
> dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, para shahabat ataupun tabi'in
yaang
> menunjukan tidak disukainya shalat witir tiga rakaat, diantaranya: "
> Janganlah engkau mengerjakan witir tiga rakaat yang menyerupai Maghrib,
> tetapi hendaklah engkau berwitir lima rakaat (HR. Al-Baihaqi).
> Hadits ini tidak dapat dipakai karena mempunyai kelemahan pada sanadnya,
> tapi Thahawi meriwayatkan hadits ini melalui jalan lain dengan sanad yang
> shahih. Adapun maksudnya adalah melarang witir tiga rakaat apabila
> menyerupai Maghrib yaitu dengan dua tasyahud, namun kalau witir tiga
rakaat
> dengan tidak pakai tasyahud awwal, maka yang demikian tidak dapat
dikatakan
> menyerupai. Pendapat ini juga dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
> II:385 dan dianggap baik oleh Shan'aani dalam Subulus Salam II:8.
>
> Kesimpulan dari yang kami uraikan di atas bahwa semua cara witir yang
> disebutkan di atas adalah baik, hanya perlu dinyatakan bahwa witir tiga
> rakaat dengan dua kali tasyahhud, tidak pernah ada contohnya dari
Rasulullah
> shallallahu `alaihi wa sallam bahkan yang demikian tidak luput dari
> kesalaahan, oleh karenanya kami memilih untuk tidak duduk di rakaat genap
> (kedua), kalau duduk berarti memberi salaam, dan cara ini adalah yang
lebih
> utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar