بسم الله الرحمن الرحيم
"Mengapa ALLOH melakukan
pembelahan melalui Malaikatnya kepada Rosululloh ?? Klo hnya tuk
mmbersihkan kotoran-kotoran non fisik, knapa kok tidak cukup diminta
melakukan TAUBATAN NASUHA saja seperti hal-nya TAUBATnya Nabi Adam 'alaihi
salam ?? Jadi tidak perlu pakai pembelahan dada?? kenapa kotoran non fisikal
kok dibersihkannya bisa secara fisik ??
Jawab :
Agama ini adalah wahyu dan bukan hasilnya akal.
Alloh Ta'ala berkata kepada NabiNya
:
قُلۡ إِنَّمَآ أُنذِرُڪُم بِٱلۡوَحۡىِ
“Katakanlah (wahai,
Muhammad): ‘sesungguhnya aku memberi peringataan kepada kalian dengan wahyu.’.” (QS.Al-Anbiya: 45)
Dan Alloh 'azza wa jalla berkata :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ * إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ۬ يُوحَىٰ
“Dan tidaklah yang
diucapkan itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS.An-Najm: 3-4)
Sungguh berbeda antara wahyu yang
bersumber dari Alloh Dzat yang Maha Sempurna yang sudah pasti wahyu tersebut
memiliki kesempurnaan, dibanding akal yang berasal dari manusia yang bersifat
lemah dan yang dihasilkannya pun lemah.
Jadi tidak boleh bagi siapapun mengotak-atik dalil yang jelas dari Al Qur’an ataupun hadits yang shohih karena tidak sesuai dengan akalnya. Seseorang harus menundukkan akalnya di hadapan keduanya.
Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu
'anhu berkata:
“Seandainya agama ini
dengan akal maka tentunya bagian bawah khuf (semacam kaos kaki yang terbuat
dari kulit) lebih utama untuk diusap (pada saat berwudhu daripada bagian
atasnya. Dan sungguh aku melihat Rosulullah mengusap bagian atas khufnya.” (Abu Dawud dishohihkan As-Syaikh Al Albani dalam
Shohih Sunan Abu Dawud 162).
Pada ucapan beliau ada keterangan
bahwa dibolehkan seseorang mengusap bagian atas khufnya atau kaos kaki atau
sepatunya ketika berwudhu dan tidak perlu mencopotnya jika terpenuhi syaratnya
sebagaimana tersebut dalam buku-buku fikih. jadi disini adalah ternyata
yang diusap justru bagian atasnya, bukan bagian bawahnya. Padahal secara akal
yang lebih berhak diusap adalah bagian bawahnya karena itulah yang kotor.
Ini menunjukkan bahwa agama ini murni dari wahyu dan kita yakin tidak akan bertentangan dengan akal yang sehat dan fitroh yang selamat. Terkadang akal tidak memahami hikmahnya, seperti dalam masalah ini dan tentang dibelahnya dada Nabi kemudian timbulnya isykal "kenapa kotoran non fisik kok dibersihkannya cara fisik ?"
Alloh Subhanahu berkata :
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
" dan Alloh
mengetahui dan kalian tidak mengetahui "(QS.Al-Baqoroh : 232).
Adalah syariat melihat dari
pertimbangan lain yang belum kita mengerti, itulah keterbasan akal manusia
tidak mampu meliputi ilmunya Alloh Ta'ala.
Jangan sampai ketidak mengertian kita menjadikan kita menolak hadits yang shohih atau ayat Al Qur’an yang datang dari Alloh Ta'ala yang pasti membawa kebaikan pada makhlukNya. Hendaknya kita mencontoh sikap Ali bin Abi Tholib di atas.
Abul Mudhoffar As Sam’ani
menerangkan Akidah Ahlussunnah :
“Adapun para pengikut kebenaran mereka menjadikan Kitab dan Sunnah sebagai panutan mereka, mencari agama dari keduanya. Adapun apa yang terbetik dalam akal dan benak, mereka hadapkan kepada Kitab dan Sunnah. Kalau mereka dapati sesuai dengan keduanya mereka terima dan bersyukur kepada Alloh Ta'ala yang telah memperlihatkan hal itu dan memberi mereka taufik. Tapi kalau mereka dapati tidak sesuai dengan keduanya mereka meninggalkannya dan mengambil Kitab dan Sunnah lalu menuduh salah terhadap akal mereka. Karena sesungguhnya keduanya tidak akan menunjukkan kecuali kepada yang haq (kebenaran), sedangkan pendapat manusia kadang benar kadang salah.” (Al-Intishor li Ahlil Hadits: 99)
Ibnul Qoyyim rohimahulloh
menyimpulkan bahwa pendapat akal yang tercela itu ada beberapa macam:
a. Pendapat akal yang
menyelisihi nash Al Qur’an atau As Sunnah.
b. Berbicara masalah
agama dengan prasangka dan perkiraan yang dibarengi dengan sikap menyepelekan
mempelajari nash-nash, serta memahami dan mengambil hukum darinya.
c. Pendapat akal yang
berakibat menolak asma’ (nama) Alloh, sifat-sifat dan perbuatanNya dengan teori
atau qiyas yang batil yang dibuat oleh para pengikut filsafat.
d. Pendapat yang
mengakibatkan tumbuhnya bid’ah dan matinya Sunnah.
e. Berbicara dalam
hukum-hukum syariat sekedar dengan anggapan baik dan prasangka. Adapun pendapat
akal yang terpuji, secara ringkas adalah yang sesuai dengan syariat dengan
tetap mengutamakan dalil syariat. (lihat, I’lam Muwaqqi’in: 1/104-106, Al- Intishoar: 21,24, dan Al
Aql wa Manzilatuhu).
Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin rohimahulloh Ta'ala berkata :
" dan demikian juga keberadaan suatu amalan yang telah shohih dari Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam yaitu dengan cara membenarkan khobar (berita) dan mengerjakan hukum-hukumnya, apabila telah datang suatu khobar dari Alloh dan RosulNya maka benarkanlah dan ambilllah dengan cara menerima dan berserah diri, jangan engkau mengatakan, kenapa? dan bagaimana ?
Maka sesungguhnya dengan adanya pertanyaan ini adalah suatu jalan selain dari jalannya orang-orang yang beriman, maka sungguh Alloh Ta'ala mengatakan :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ
يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
" Dan tidaklah
pantas bagi mukmin laki-laki dan mukmin wanita apabila Alloh dan RosulNya telah
mnetapkan suatu perkara ada bagi mereka pilihan yang lain dari urusan mereka,
dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Alloh dan RosulNya maka sungguh dia
telah sesat dengan kesesatan yang nyata ".(QS. Al Ahzab : 36).
Dan para sahabat, Adalah Nabi
shollallohu 'alaihi wa sallam menceritakan kepada mereka sesuatu yang terkadang
sesuatu yang beliau ceritakan adalah perkara yang sangat asing dan jauh
dari pemahaman mereka, akan tetapi mereka (para sahabat) adalah orang-orang
yang mengambil yang demikan itu dengan menerimanya, tidaklah mereka lantas
mengatakan : kenapa ? dan bagaimana ?
Berbeda dengan orang-orang zaman
sekarang dari umat ini, kita mendapati salah seorang dari mereka apabila
diceritakan suatu hadits dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam,
seketika itu akalnya terasa heran terhadap hadits tersebut, kita dapati dia
adanya suatu maksud-maksud tertentu atas perkataan Rosululloh sholallohu
'alaihi wa sallam dimana didalam ucapan (pendapat mereka) ada
kerancuan-kerancuan, yang bahwasannya sebenarnya dia bermaksud berpaling, bukan
untuk diambil sebagai bimbingan, oleh sebab inilah terhalangilah antara dia dan
antara taufiqnya Alloh Ta'ala, sehingga dia menolak perkara-perkara yang dibawa
oleh Rosulloh shollallohu 'alaihi wa sallam, dikarenakan dia mengambil khobar
dari Nabi tidak dengan sikap berserah diri ".(Kitabul Ilmi : 26).
'ala kulli hal agama adalah
tauqifiyyah, dimana hanyalah Alloh Ta'ala yang mengetahui jawabannya..
wallohu a'lam bish showab.